PWM Jawa Barat - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Jawa Barat
.: Home > NASKAH KHOTBAH JUM'AT

Homepage

NASKAH KHOTBAH JUM'AT

Membangun  Pribadi  Muslim

Oleh:  H. Ayat Dimyati

                                                                                                                   

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الحمد لله  الحمد لله الذى جعل الاسلام دينا كاملا وأتم الانعام  وجعله شرعة و منهاجا

و هو الذى ارسل رسوله بالهدى و دين الحق ليظهره على الدين كله وكفى بالله شهيدا

اشهد ان لا اله الا الله   بحق المعبود فانه لا طاعة الا اياه

 واشهد ان محمدا  عبده و رسوله بصاحب الموعود وانه لا الاتباع الا عليه

اللهم صل وسلم على نبينا الكريم محمد  وعلى اله وصحبه اجمعين بمقامهم المحمود

و لا  حيا ة لهم  الا السعادة فى الدنيا و الاخرة

وقال الله تعالى  قد افلح من تزكى وذ كر اسم ربه فصلى

 

Hadirin  Jamaah ‘yang dimuliakan Allah SWT.

Tentu, pada saat yang sangat berbahagia sekarang ini, kita semua berucap syukur  kehadiratNYa sambil merenung, berintrospeksi / bermuhasabah dan berkontemplasi; mengukur diri  terhadap berbagai hal yang menyangkut kewajiban dan tanggung jawab diri kita sebagai muslim, terhadap keluarga, masyarakat dan lingkungan kita. Sudahkah kita menjalankan tugas sebagaimana telah dijalankan oleh orang-orang beriman, orang-orang muslim terdahulu, salaf al-shalih ?  Tidak ada, ucapan do’a yang paling sering   dimohonkan kepada Allah SWT, kecuali agar kita semua memiliki ke sejajaran dengan mereka, sesuai dengan pernyataan dalam Q.S. al-Fatihah :

   $tRω÷d$# xÞºuŽÅ_Ç9$# tLìÉ)tGó¡ßJø9$# ÇÏÈ   xÞºuŽÅÀ tûïÏ%©!$# |MôJyè÷Rr& öNÎgø‹n=tã Ύöxî ÅUqàÒøóyJø9$# óOÎgø‹n=tæ Ÿwur tûüÏj9!$žÒ9$# ÇÐÈ     

 Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Kita semua berucap do’a itu pada sehari semalam, sebanyak 17 X, belum yang sunnatnya; Apa maknanya itu bagi kehidupan kita semua ? tiada lain adalah permohonan agar  kita bisa menteladani mereka yang telah diberi nikmat oleh Allah SWT, yaitu karakteristik  para Nabi Allah, para shiddieqin, para syuhada dan para shalihin. Seolah-olah kita semua memohon dengan sangat kepada Allah SWT: Ya Allah berilah kami ini, kami yang lemah ini, kami yang terbatas ini, kami yang tidak berdaya ini,  karakteristik sebagaimana karakteristik mereka yang Engkau telah beri nikmat.  Karakter mereka itu yang menjadi identitas diri kita semua, identitas kepribadian seorang muslim dan jamaah muslimin. Hanya dengan karakter sekualitas mereka itu yang akan membawa perubahan, mengangkat derajat umat dari berbagai keterpurukan dalam berbagai bidang kehidupan ini, berubah berkehidupan sejahtra, damai, cerdas dan unggul berkemajuan.   Tentu, do’a itu tidak sebatas terhenti pada ucapan belaka, tetapi perlu didukung oleh sikap keimanan yang kuat, ketulusan yang murni,  ikhtiar yang maksimal, serta didukung oleh pengetahuan yang cukup. Sebaliknya, do’a itu tidak akan didengar Allah SWT, jika keimanan kita semua lemah, ketulusan bercampur dengan riya, pengetahuan paspasan, ikhtiar tidak optimal dan malas. Bahkan, akan lebih buruk lagi jika peran hawa nafs lebih dominan ketika dalam merencana, memandu, serta mengevaluasi kehidupan ini. Allah SWT mengingatkan kepada Nabi kita, juga kepada kepada diri kita semua, untuk senantiasa bisa mengendalikan dominasi kekuatan hawa nafs tersebut. Jika hawa nafs kita yang dominan, maka kebenaran tidak akan datang dan Allah SWT akan meninggalkan kita. Hal ini, dinyatakan  Q.S al- Ra’d: 37;

y7Ï9ºx‹x.ur çm»oYø9t“Rr& $¸Jõ3ãm $wŠÎ/{tã 4 ÈûÈõs9ur |M÷èt7¨?$# Nèduä!#uq÷dr& $tBy‰÷èt/ x8uä!%y` z`ÏB ÉOù=Ïèø9$# $tB y7s9 z`ÏB «!$# `ÏB <c’Í<ur Ÿwur 5X#ur ÇÌÐÈ      

 Dan demikian, Kami telah menurunkan Al Quran itu sebagai peraturan (yang benar) dalam bahasa Arab; dan seandainya kamu mengikuti hawa nafsu mereka setelah datang pengetahuan kepadamu, maka sekali-kali tidak ada pelindung dan pemelihara bagimu terhadap (siksa) Allah.

 

Hadirin Jamaah Rahimakumullah.

Berbagai bencana yang terjadi di negeri ini, sangat berhubungan dengan kebobrokan akhlak bangsa ini. Sepertinya, ibadat yang masing-masing individu kita lakukan, majlis dzikir yang semarak, ditambah lagi dengan pelatihan-pelatihan spiritual, kurang memberikan pengaruh pada penyelesaian terhadap berbagai masalah keumatan; bahkan, terhadap kualitas pribadipun semakin menurun, bagaimana seorang ibu berani membunuh anak kadungnya yang belum dewasa, karena permasalahan kurang eknomi; suami kurang lagi percaya pada istrinya, dan istri kurang percaya juga kepada suaminya;  bahkan, diberitakan sebelum Ramadhan datang, bahwa  seorang suami memaksa istrinya menjadi PSK, gara-gara punya utang biaya pilkada yang tidak menang; pemimpin kurang percaya kepada rakyatnya, juga sebaliknya rakyat kurang percaya kepada para pimpinannya; bahkan, pada 2 x Kongres Tk nasional ( Kongres umat Islam dan Umat beragama di Jakarta dua bulan yang lalu) direkomendasikan bahwa Umat Islam khususnya, dan umat beragama umumnya, belum memiliki pemimpin yang bisa diharapkan memayungi mereka. Hal ini, didukung oleh realitas  bahwa pengelolaan Negara tidak dikendalikan oleh nilai-nilai agama yang dianut bangsa ini. Akibatnya, fornografi-pornoaksi yang jelas menyimpang dari ajaran agama manapun, korupsi, serta kejahatan lainnya, masih bercokol di negeri yang berpenduduk umat beragama ini.  Bahkan, akan lebih buruk lagi jika orang awam yang banyak, tidak lagi percaya pada para ahli ilmu, atau jika nasihat-nasihat para ulama yang tulus, sudah diabaikannya.

Jika kondisi ini terus berlanjut, maka berbagai masalah tersebut, akan semakin sulit ditemukan jalan keluarnya. Artinya, bahwa kita semua sebagai anak bangsa, sampai saat ini, belum menemukan kekutan ekternal untuk dapat menyelesaikan berbagai masalah itu.  Apa benar demikian ? bukankah kita masih memiliki Alqur’an yang diyakini sebagai petunjuk bagi kehidupan umat manusia ?  bukankah pula kita semua memiliki dan membaca catatan mereka para pahlawan yang telah berjasa besar membebaskan negeri ini dari penjajahan ? bukankah juga SDA dan SDM Indonesia ini masih menyimpan harapan untuk  bangkit lebih sejahtra ? dll. Jangan-jangan, kita mengaku beragama, tetapi tidak bertindak sesuai dengan kehendak agama; atau aturan agama direkayasa oleh kita sendiri, sekehendak hawa nafs ?  Cobalah, perhatikan  kembali pesan Allah SWT, dan siapa di antara kita yang telah menjalankan pesan-pesan ini; mudah-mudahan kita bisa melaksanakannya, baik sebagai pribadi, dan sebagai anak bangsa, bisa dengan cepat menyelesaikan persoalan yang di hadapi kita bersama ini.

Allah SWT  memberikan  enam langkah modal spiritual bagi para hambanya, agar mereka bisa menemukan jalan keluar, sbb.: 1) Introspeksi / muhasabah atas segala perkataan dan perbuatan yang telah dilakukan. Apakah ada perkataan yang diucapkan / perbuatan yang dilakukan  yang tidak didasarkan pada ilmu, keyakinan dan ketulusan  yang berakibat pada ketidakharmonisan hubungan di antara kita ? Jika ada, maka ber-istighfar-lah kepada Allah SWT dan bersegeralah diadakan berbagai perbaikan; janganlah mengulangi kesalahan dua kali;  Allah berfirman dalam Q.S. al-Nahl : 119;

¢OèO ¨bÎ) š­/u‘ šúïÏ%©#Ï9 (#qè=ÏJtã uäþq¡9$# 7's#»ygpg¿2 §NèO (#qç/$s? .`ÏB ω÷èt/ y7Ï9ºsŒ (#þqßsn=ô¹r&ur ¨bÎ) y7­/u‘ .`ÏB $ydω÷èt/ ֑qàÿtós9 îLìÏm§‘ ÇÊÊÒÈ 

Kemudian, sesungguhnya Tuhanmu (mengampuni) bagi orang-orang yang mengerjakan kesalahan karena kebodohannya, kemudian mereka bertaubat sesudah itu dan memperbaiki (dirinya). Sesungguhnya Tuhanmu sesudah itu benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.

Pada kesempatan inilah, saatnya menciptakan suasana mengoreksi berbagai kesalahan masing-masing diri kita, kesalahan dalam beribadat kepada Allah, karena kelalaian dan kemalasan; dan kesalahan dalam membangun kebersamaan dalam kehidupan nyata, karena sikap ananiyah / keakuan diri dan thamak, untuk segera dilakukan perbaikan. 2) Merapat dengan aktivitas keumatan, terutama yang berwujud nyata pembelaan terhadap kaum dhu’afa. Bagaimana masing-masing diri kita berperan dihadapan umat sebagai : Imaman, qudwatan, mu’alliman li hushuli jami’ al-khair ( inonavator, anutan kebaikan, pengajar dihadapan umat agar mereka berpengetahuan dan trampil dalam berbagai kebaikan. 3) Mendawamkan ketaatan kepada Allah  disertai hati khusyu’. 4) Bermotivasi / niat kuat, untuk senantiasa berada pada jalan agama yang benar, menjauhi berbagai kebathilan. 5) Menjauhi keyakinan dan perbuatan yang menyebabkan diri dan orang lain syirk. 6) Memelihara sikap bersyukur atas segala nikmat yang diberikan Allah SWT.  Keenam langkah tersebut, merupakan pintu-pintu yang perlu dilewati dan berjalan tiada henti selama hayat dikandung badan, menuju posisi yang dipilih Allah SWT; dan keenam langkah itu pula yang akan membimbing kehidupan ini berada dalam jalan yang lurus, menuju pribadi muslim paripurna,  yang berujung pada perolehan kehidupan terbaik di dunia dan saleh di akhirat ( Q.S. al-Nahl : 119-123).       

  

 Jamaah Rahimakumullah.

Kepribadian yang kita semua inginkan itu, adalah kepribadian yang datang karena ilmu yang teramalkan, pigur keteladanan  yang diikuti, cita-cita dan keyakinan yang diperjuangkan secara nyata dalam kehidupan. Jika kita bertanya, apakah mereka yang berkepribadian teladan itu dipilih Allah SWT ? jawabannya,  ya !  karena mereka  telah mematenkan diri pribadinya  dengan keenam langkah di atas. Karena itu pula, Allah SWT memilih mereka. Demikian juga kita semua yang berada di tempat ini, untuk memulai bagi yang belum; untuk semakin meneguhkan  bagi yang sudah; dan untuk lebih meningkatkan bagi yang sedang dalam perjalanan, agar Allah SWT juga menyempurnakan janji-Nya kepada kita sekalian, memilih kita, menuju jalan kebenaran yang jelas dan lurus, diperolehnya pahala kebaikan di dunia dan di akhirat.  Pilihan  anugrah itu, tidak datang kepada kita secara tiba-tiba, tanpa berikhtiar terlebih dahulu secara optimal.  Bagaimana pola muhasabah / introspeksi  dan amaliah yang kita lakukan, agar kita semua memiliki kapasitas an’amta ‘alaihim (mereka yang dipilih Allah SWT). Bagian ini, yang dimaksudkan Hidayah untuk kontek sekarang, masanya ilmu pengetahuan dan teknologi.

Ada tiga pegangan etika besar sebagai landasan setiap perkataan dan perbuatan yang kita semua tampilkan selama menjalani kehidupan ini, tidak dilihat berat atau ringannya perbuatan, atau keras atau lunaknya perkataan. Landasan etika besar itu, meliputi: 1)Ketuhanan, yaitu tauhidullah; 2) Kemanusiaan, yaitu persamaan dan persatuan; dan 3) berperadaban yang dilandasi oleh dua etika sebelumnya. Ketiga fondasi etika tersebut perlu digerakkan oleh dua hal :  Hidayah dan ilmu.  Hidayah dimaksudkan untuk solutif dari berbagai permasalah; sedangkan ilmu untuk memajukan peradaban. Jika ketiga etika besar itu, hanya digerakkan oleh ilmu saja, tanpa Hidayah, yang terjadi adalah kemajuan yang diancam malapetaka dalam kehidupan; seperti yang terjadi sekarang ini. Atas nama Ketuhanan identik dengan terorisme; atas nama kemanusiaan identik dengan egoism dan thamak; dan atas nama peradaban identik dengan tampilan sikap a moral / tidak akhlak. Karena itu, hidayah perlu bersamaan dengan ilmu dalam memandu kehidupan ini. Insyaallah, kita semua memiliki pengalaman spiritual dari berpuasa satu bulan penuh, disetai berbagai ibadat lainnya.  Perlu khatib jelaskan, apa yang dimaksud hidayah dan ‘ilmu di sini  ? Hidayah dimaksudkan adalah kekuatan / energy  utuk merekatkan berbagai perbedaan menjadi satu ikatan kuat; dan ilmu pengetahuan sebagai sarana untuk hidup berkemajuan. Di samping itu juga, hidayah untuk menemukan esensi dari kehidupan ini, terutama bagi kita, umat Islam; yaitu suatu  kondisi yang tidak bisa diperoleh melalui ilmu pengetahuan.

Hadits Nabi SAW riwayat Mutttafaq ‘alaih dari Abi Musa al- Asy’ariy, menggambarkan  hubungan di antara Hidayah dan ‘Ilmu itu.  Keduanya, merupakan alat kenabian ( nubuwwah ) dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapi Nabi SAW sebagai bagian dari missi dakwahnya.  Ujung dari dua kelengkapan itu, umat  terantarkan menuju kehidupan yang utama dan mulya, sesuai dengan asal penciptaannya ( karâmah al- insan dan ahsan al- taqwim ). Namun, pada perjalan berikutnya, sikap manusia diumpamakan sebagaimana sebidang tanah yang terhujani, terbagi pada tiga kelompok: Pertama, tanah subur yang terhujani akan menumbuhkan berbagai / pepohonan, tanaman dan rerumputan dengan baik. Bagian ini mitsal seorang penerima kebenaran dan bertanggung jawab atasnya, dipahami dan diamalkan oleh dirinya, lalu diajarkan kepada sesamanya, maka ia termasuk orang yang memperoleh hidayah. Kedua, tanah tandus yang terhujani; ia hanya sebagai tempat penampungan air, seperti sebuah sumur; air di dalamnya dapat dimanfaatkan oleh yang lainnya, manusia atau hewan tanpa ia sendiri memanfaatkannya. Bagian ini, merupakan mitsal seseorang yang mengetahui kebenaran tidak dilaksanakannya. Ketiga, tanah keras bagaikan batu licin yang tidak bisa menyerap dan menyimpan sama sekali air hujan yang datang kepadanya. Bagian ini, merupakan  mitsal seseorang yang menolak kebenaran.  Kelompok tanah kedua dan ketiga itu, adalah mitsal mereka yang jauh dari hidayah, sebagaimana diungkap di akhir hadits.  

 

Jamaah raahimakumullah .

Hadits tersebut, menyimpulkan bahwa Nabi SAW, dalam membangun kehidupan itu, berasaskan alur kerja : dari Hidayah ke ‘Ilmu; sedangkan selain Nabi SAW, berazaskan sebaliknya: dari ‘Ilmu ke Hidayah. Namun, keriteria pencapaian hidayah dimaksud,  harus memenuhi enam langkah sebagaimana disebutkan di atas. Perlu khatib ulang kembali, bahwa penyelesaian masalah melalui ilmu pengetahuan sepihak, baik individu, maupun  kolektif, seperti kehidupan berbangsa dan bernegara, selamanya tidak akan tercapai. Hal ini karena, ilmu pengetahuan tidak memiliki kapasitas secara total untuk itu, atau wilayah tersebut bukan kompetensi ilmu. Apa yang terjadi sekarang ini sangat ironis, semestinya kemajuan sain dan teknologi yang di dalamnya menyangkut ilmu kesyari’ahan, ilmuannya pun telah banyak, dapat menyelesaikan persoalan kehidupan. Namun, pada realitasnya tidak demikian; bahkan sebaliknya, kadang-kadang ilmu merupakan bagian dari masalah itu sendiri. Karena itu, bagaimana agar ilmu yang kita miliki itu, sebatas apapun menguasaannya, bisa mengantarkan pada hidayah yang solutif itu. Bagian ini, yang tidak ada sekolahnya, tidak ada PT-nya; dan tidak ada gurunya; Guru dan sekolahnya, hanyalah diri kita sendiri, melalui enam langkah yang diajukan di atas. Bagaimana diri kita berposisi sebagai guru, sekaligus juga sebagai murid. Demikian juga, dimana tempat kita bersekolah, diri kita dan lingkungan kita tempat bersekolah, pada kita pula tempat penyemaian berbagai kebaikan. Pada intinya, bahwa guru orang lain, atau bersekolah di tempat lain; hanya berposisi sebagai wahana shering pengetahuan dan pengalaman. Bagian ini pula tidak dituntut biaya banyak secara matrial, semua orang diberi kesempatan dengan leluasa, asal ada kemauan dan semangat.  Jika kita tidak selektif dalam masalah ini, maka seseorang yang dipandang guru kebaikan, berujung pada guru kesesatan, banyak aliran sesat sekarang ini; tempat sekolah yang baik dan unggul, ternyata diakhir berposisi sebagai jagal kemanusiaan dan moral.  

Karena itu, perhatikan pesan Nabi SAW dalam dialog dengan para shahabatnya, yaitu tentang martabat seseorang yang paling utama, sbb.:   

عن عبد الله بن عمرو قال قيل للنبي  صلى الله عليه وسلم  أي الناس أفضل قال مؤمن مخموم القلب صدوق اللسان قيل له وما   المخموم  القلب قال التقي لله النقي لا فيه ولا بغي ولا غل ولا حسد قالوا فمن يليه يا رسول الله قال الذي نسي الدنيا ويحب الآخرة قالوا ما نعرف هذا فينا إلا أبا رافع مولى رسول الله  صلى الله عليه وسلم قالوا فمن يليه قال مؤمن في خلق حسن

 .  مسند الشاميين ج: 2 ص: 217

Dari Abdullah Ibn Amr berkata, Rasul SAW ditanya ( oleh para shahabatnya), manusia yang mana yang lebih utama ? Nabi SAW berkata : seorang mukmin yang makhmum al- qalb, jujur dalam berucap; lalu Nabi SAW ditanya lagi , apa itu makhmum al- qalb ? Nabi berkata : al- taqiyyu (ketaqwaan) dan al-naqiyyu ( suci diri), tidak ada  dalam dirinya  baghyi ( pikiran keji ), tidak bersikap berlebihan, tidak hasud; mereka bertanya lagi, siapa lagi yang di dekatnya ? Nabi SAW berkata :  dia orang yang  mengutamakan kehidupan akhirat daripada dunia. Para shahabat berkata : Kami mengetahuinya, orang  ini ada di lingkungan kami, yaitu Aba Rafi’ mawla Rasul SAW; siapa lagi orang yang mendekatinya ? Nabi SAW berkata : seorang mukmin yang berakhlak baik.

Makna pernyataan Nabi SAW, tentang manusia utama itu, tiada lain adalah  mereka yang siap berkehidupan di dunia ini,  dengan tidak melupakan kehidupan akhirat; mereka hidup dengan berkeseimbangan matrialnya dan spiritualnya, mereka memperoleh jaminan hidupnya dari Allah SWT, karena ketaatannya dalam beribadat dan ikhtiar duniawinya yang seimbang.

 

Jamaah yang dimulyakan Allah SWT.

Jika kita bertanya, dari mana titik berangkat kita untuk memulai kehidupan baik dan benar ini. Dari titik kehidupan manapun bisa dimulainya. Perhatikan firman Allah SWT Q.S. Al-Qalam : 1-4;

ن وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ (١)مَا أَنْتَ بِنِعْمَةِ رَبِّكَ بِمَجْنُونٍ (٢)وَإِنَّ لَكَ لأجْرًا غَيْرَ مَمْنُونٍ (٣)وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ (٤)

Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis. Berkat nikmat Tuhanmu kamu (Muhammad) sekali-kali bukan orang gila. Dan sesungguhnya bagi kamu benar-benar pahala yang besar yang tidak putus-putusnya. Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.

Para mufassir memaknai nun ( simbul titik ditengah di atas garis ½ melingkar ) dalam ayat itu, beragam tafsir; yang paling dominan adalah pemaknaan yang dengan mengembalikan kepada Allah SWT apa maksudnya. Untuk makna ini sama dengan makna ungkapan lainnya seperti: alif lâm mîm, alif lâm râ, kâf-hâ-yâ-‘ain-shâd, dsb. Dalam pelajaran fisika pelajaran kls II SMA diterangkan, bahwa titik  bermakna titik awal berangkat, atau titik acu; dan garis melingkar disebutnya vector. Dijelaskan juga untuk vector ini,  garis lurus ke samping, ke atas, dan garis yang membentuk sudut. Titik dan garis–garis itu, dikembangkan para ahli arsitektur, menjadi kaidah-kaidah ketika merancang sebuah bangunan. Karena itu, bangunan mesjid megah, perkantoran, hotel-hotel, pasar dan pertokoan, gedung kesenian, demikian juga tempat tinggal kita semua, adalah hasil pertemuan di antara titik dan garis yang dirumuskan ahli fisika dan para arsitek; kita menikmatinya karya mereka itu. Secara spiritual, titik dan garis yang dimaksud ayat itu, sesuai dengan fungsi Alqur’an, adalah titik dan garis kehidupan yang berpijak pada tiga acuan etika besar di atas. Dalam ayat itu, Allah SWT bersumpah  وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ  ( demi kalam dan apa yang dituliskan), diungkapkan setelah ن ( titik dan garis melingkar 1/2 ), apa maknanya ?

Jika kita masing-masing mengambil titik kehidupan mulai dari keluar rumah dengan membaca  : الله توكلت على الله لا حول ولا قوة الا بالله   بسم   ,  maka selama dalam perjalanan itu, tidak boleh ada bagian-bagian perkataan dan perbuatan yang keluar dari garis-garis akhlak karimah; dengan perkataan itu pula, mendorong agar segala kemaksiatan dilarang mendekatinya. Setiap kemaksiatan yang dilakukan seseorang, akan merusak keabadian pahala kebaikan yang dilakukan orang itu; yang berarti juga ada bagian-bagian yang merontokkan martabat dan kehormatan kita sebagai manusia mulya.  Demikian juga, akhir perjalanan kita, berucap :    الحمد لله رب العالمين  sebagai wujud ucapan syukur bahwa perjalanannya selamat, apalagi disertai berbagai kesuksesan dalam berbisnis, naik pangkat bagi pegawai, lulus ujian bagi pelajar. Keselamatan dan kesuksesan yang diperolehnya itu, dipahaminya dengan benar, diyakininya dengan teguh bahwa itu anugrah dari Allah SWT. Namun, hal itu baru bisa dicapai, jika selama perjalannya dihias oleh rasa kasih sayang kepada siapapun yang dijumpainya, serta ketakutan terhadap ancaman di akhirat kelak. Di samping juga sebagai wujud komitmen totalitas ibadat dan ta’awun ‘ala al- bir wa al-taqwa dalam kehidupan. Bagian inilah yang dimaksud dengan makna ungkapan :       

الرحمن الرحيم   ما لك يوم الدين  اياك نعبد واياك نستعين

Ungkapan–ungkapan kalimat  ini yang paling banyak  dibaca oleh kita semua, selaku seorang muslim,  tinggal bagaimana aplikasinya dalam kehidupan yang lebih luas sebagai pertanggung jawaban kita di hadapan Allah SWT  dan umat. Insya Allah, dengan hidup dan ikhtiar seperti itu, kita semua akan terhindar dari  keracunan penyakit gila, sebagaimana diungkap    Q.S. al-Qalam : 2 ;       ما انت بنعمة ربك بمجنون   ( engkau / Muhammad,  tidak akan keracunan penyakit gila, jika hidup engkau dibarengi nikmat Tuhan mu ). Bagian ini pula yang lebih mempertegas, firman Allah SWT Q.S. al- Balad :

      çm»oY÷ƒy‰ydur Èûøïy‰ôÚ¨Z9$# ÇÊÉÈ  

 Dan Kami telah menunjukkan kepadanya dua jalan  [  jalan kebajikan dan jalan kejahatan  ].

Penatapan pahala dan sanksi yang diberikan kepada seseorang, karena ia mengambil salah satu jalan kehidupan; baik atau buruk, iman atau kufur, taat atau durhaka, terselenggara melalui titik dan garis ini, atau pena yang tergoreskan melalui tulisan (taqdir) Tuhan. Dalam kehidupan sehari-hari, titik dan garis itu berwujud dalam Surat Keputusan pimpinan dalam mengangkat dan menurunkan jabatan bawahannya. Mereka yang berakhlak baik, taat  serta berprestasi, maka ia digolongkan pekerja yang selamat dari penyakit gila; sebaliknya, mereka yang berakhlak buruk, durhaka dan lalai, maka mereka itu, ditetapkan terkena penyakit gila (majnun), sangat jauh dari pribadi muslim utama.

 

Jama’ah rahimakumullah.

Demikian khutbah ini, semoga amal ibadat kita, termasuk mu’amalahnya, setiap saat dan dimanapun dibarengi rahmat dan nikmat Allah SWT sebagai wujud pribadi muslim utama.

Marilah kita berdo’a kepada Allah SW, dengan segala kepasrahan dan ketaatan kita semua kepada –Nya.

اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَافِيَةَ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ اللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ الْعَفْوَ وَالْعَافِيَةَ فِي دِينِي وَدُنْيَايَ وَأَهْلِي وَمَالِي اللَّهُمَّ اسْتُرْ عَوْرَتِي وَقَالَ عُثْمَانُ عَوْرَاتِي وَآمِنْ رَوْعَاتِي اللَّهُمَّ احْفَظْنِي مِنْ بَيْنِ يَدَيَّ وَمِنْ خَلْفِي وَعَنْ يَمِينِي وَعَنْ شِمَالِي وَمِنْ فَوْقِي وَأَعُوذُ بِعَظَمَتِكَ أَنْ أُغْتَالَ مِنْ تَحْتِي

اللهم اعصمني بدينك وطواعيتك وطواعية رسولك ، وجنبني حدودك ، اللهم اجعلني ممن يحبك ويحب ملائكتك ورسلك وعبادك الصالحين ، اللهم حببني إليك وإلى ملائكتك وإلى عبادك الصالحين ، اللهم يسر لي لليسرى ، وجنبني للعسرى ، واغفر لي في الآخرة والأولى ، اللهم اجعلني من أئمة المتقين ، واجعلني من ورثة جنة النعيم ، ولا تخزني يوم يبعثون

رَبِّ أَعِنِّي وَلَا تُعِنْ عَلَيَّ وَانْصُرْنِي وَلَا تَنْصُرْ عَلَيَّ وَامْكُرْ لِي وَلَا تَمْكُرْ عَلَيَّ وَاهْدِنِي وَيَسِّرْ هُدَايَ إِلَيَّ وَانْصُرْنِي عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيَّ اللَّهُمَّ اجْعَلْنِي لَكَ شَاكِرًا لَكَ ذَاكِرًا لَكَ رَاهِبًا لَكَ مِطْوَاعًا إِلَيْكَ مُخْبِتًا أَوْ مُنِيبًا رَبِّ تَقَبَّلْ تَوْبَتِي وَاغْسِلْ حَوْبَتِي وَأَجِبْ دَعْوَتِي وَثَبِّتْ حُجَّتِي وَاهْدِ قَلْبِي وَسَدِّدْ لِسَانِي وَاسْلُلْ سَخِيمَةَ قَلْبِي

اللهم تقبل مني صلاة يوم ، اللهم تقبل مني صوم يوم ، اللهم اكتب لي حسنة

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website