PWM Jawa Barat - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Jawa Barat
.: Home > Artikel

Homepage

Seri Fiqh Ibadah ( I) Fiqh Wudhu Dimensi Holistik Transformatif

.: Home > Artikel > PWM
20 Maret 2012 16:50 WIB
Dibaca: 2676
Penulis :

 

Fiqh Wudhu 

Dimensi  Holistik Transformatif

Muqadimah.

Istilah holistic terdapat dalam konsep pendidikan Muhammadiyah yang sudah ditanfidzkan menjadi program Muhammadiyah bidang pendidikan periode setelah Muktamar Muhammadiyah 1 abad yang diselenggarakan pada bulan Juli 2010 dua tahun yang lalu. Tulisan ini bertujuan mengisi program tersebut yang sampai sekarang, belum nampak body of knowledge-nya, jika diturunkan dalam sebuah mata pelajaran. Tulisan ini mencoba menjelaskan bagian-bagian ibadat berwudhu yang diprediksi memenuhi standar holistic transformative dengan pengertian sederhana. Jika wudhu yang sudah diketahui aturan fiqhnya dan setiap saat sudah dilaksakan oleh umat Islam sebagai ibadat harian, jika diformulasikan dengan mengacu pada pola fikir awal-akhir, lahir-batin dan pribadi–jama’ah, kualitatif-kuantitatif atau syir’ah-minhaj-nya sebagai intrumen keholistikan, maka akan berbeda bangunan body of knowledge-nya dengan fiqh wudhu yang sudah dimaklumi. Fiqh wudhu yang sementara ini menyajikan rukum, syarat sah, batal dan penyempurna kaifiyahnya, jika dikembalikan pada atsar ibadat berwudhu, masih sangat jauh dari sasarannya. Perlu diingat sasaran berwudhu itu  meliputi capaian sebagai mana dijelaskan dalam Q.S. al-Maidah: 6; yaitu :  dalam kaifiyah meniadakan  kesempitan ( lâ haraj ), dalam aspek batin mensucikan dan membebaskan dari kesalahan ( min al-tawwabin wa al-mutathahhirin ); dan dalam aspek kenikmatan hidup menyempurnakannya ( li yutimma ni’matahu ); kemudian berujung pada harapan optimalisasi rasa syukur ( la’allakum tasykurûn ).

Untuk bisa sampai pada tingkatan kualitas atsar berwudhu seperti tersebut -- dengan meminjam lima prinsif bangunan ideology--, meliputi : pemaknaan, pemahaman, keyakinan, perjuangan dan perwujudan--, maka kegiatan berwudhu itu akan terbentang garis standarisasi dalam tiga hal, meliputi: input values, proses values, dan output values-nya. Input values dimaksudkan sebagai persiapan yang harus dimiliki oleh seorang berwudhu, baik pengetahuan atau sikap batin yang diperlukan melalui terintegrasinya potensi indra, hati dan nurani; sehingga kualitas kaifiyah dapat mengantarkan  pada sasaran akhir dari berwudhu itu. Proses values, dimaksudkan memberikan kemampuan secara optimal aspek pikir dan rasa kolektif ketika seseorang berwudhu itu. Output Values, dimaksudkan untuk mengisi tuntutan kehidupan yang sangat kompleks, karena alat berwudhu berposisi sebagai bagian dari tuntutan kehidupan, seperti anggota badan indra yang dibasuh, air dan tanah sebagai bagian dari alam sebagai alat bersuci, sehingga ia memiliki kepribadian utuh, sehat pisik dan batinya, ditambah dengan cerdas otaknya.

Pemaknaan dan pemahaman terhadap segala hal yang berkaitan dengan aktivitas berwudhu tersebut, merupakan bagian dari pekerjaan batini ( niyyat ) sebagai bagian dari wilayah kerja hati ( qalb ). Sedangkan  keyakinan, atau meyakini segala realitas yang telah dimaknai dan dipahami itu, termasuk wilayah nurani ( Lubb ). Kemudian apa yang telah diyakini itu, dituntut untuk  diperjuangkannya, adalah pekerjaan yang berada dalam wilayah kesatuan di antara indra, hati dan nurani. Berikutnya adalah perwujudan, merupakan stail atau berupa tampilan kepribadian seorang yang berwudhu yang berbeda dengan  orang yang tidak pernah berwudhu. Untuk semua itu, ibadat wudhu tergambar dalam scheme map berikut :

 

al-Thuhr al-Nikmah, al-Syukr

                                                                                           (Output Values)

 

Ridha Allah SWT          

 

       
 
   
 

 

 

 

 


33

2

                                         Kaifiyah

 

 

111

La haraj

                                     (Proses values)

 

Kepribadian

                             

 

Beriman

Basmalah

(Input Values)

Cara kerja gambar, seseorang yang akan berwudhu perlu pengetahuan tentang makna-makna, terlebih dahulu tetang seluk - beluk berwudhu dari segi syari’at, makna diri sendiri dan berbagai potensi yang ada dalam dirinya, baik aspek indra, hati sebagai alat memaknai dan memahami segala sesuatu dalam kehidupannya; serta nuraninya sebagai alat untuk meyakini apa yang telah dimaknai dan dipahami tersebut. Apa yang menjadi objek pemaknaan dan pemahaman tersebut tiada lain adalah indra sebagai  anggota wudhu, air dan tanah sebagai alat berwudhu; bacaan dan perbuatan berwudhu; dan hubungan-hubungan yang ada dalam kaifiyah berwudhu itu. Termasuk juga pemahaman terhadap fungsi-fungsinya, baik fungsi indra, hati dan nurani; fungsi air dan tanah sebagai alat bersuci. Kemudian bagaimana air itu, bisa sah dipakai berwudhu dengan cara yang mudah. Itu semua didasarkan pada keimanan, yang ketika berwudhu dimulai dengan bacaan basmalah sebagai tuntutan syari’at. Bagian ini yang dikatakan input values. Kemudian proses values-nya berhubungan dengan kaifiyah sesuai dengan syariat wudhu. Anak tangga di atas (1) cuci kedua telapak tangan: (2) membaca basmalah; (3) berkumur, mengirup air ke hidung (istinsyaq) dan mengeluarkan kembali (istintsar); (4) membasuh muka; (5) membasuh kedua tangan sampai sikut (6) menyapu kepala dan telinga; (7) membasuh kedua kaki sampai kedua mata kaki; (8) membaca do’a; dan (9) pernyataan persaksian dua kalimah syahadah

Penyajian fiqh ibadah seperti itu, didasarkan pada  pola strukturisasi normative terhadap kandungan Q.S. al-Maidah: 6. Secara tegas dalam system pengajaran tentang berwudhu sebagaimana berlaku sekarang, adalah lebih menekankan aspek kognisi yang tidak seimbang dengan aspek apeksi dan psiko motoriknya. Apalagi, jika dibawa keranah berkesadaran kolektif untuk bisa menawarkan moral public dalam keseharian dari seorang yang berwudhu tersebut. Kesadaran kolektif dari seseorang yang berwudhu itu, baru akan muncul jika terjadi dialog internal dirinya pada saat ketika ia berwudhu. Karena itu Nabi SAW tidak memberikan tuntunan do’a praktis pada saat ketika seseorang berlangsung berwudhu, tetapi berkonsentrasi, berpikir, berupa aktivitas pemaknaan dan pemahaman; serta membawanya pada ranah keyakinan penuh atas berbagai kenikmatan, karena sentuhan air suci yang membasahi anggota badannya. Sehingga do’a yang dipanjatkannya berupa permohonan terbebas dari kesalahan dan harapan kesucian diri, seirama dengan ikhtiarnya yang akan memunculkan  prilaku persaksian nyata dalam kehidupan sehari-harinya sebagai orang yang bertauhid dan taat . Dengan demikian, maka  atsar berwudhu berupa kesucian diri akan bisa berwujud menjadi kepribadiannya.

Sehingga menjadi jelas,  bahwa unsur-unsur setiap beribadat dilakukan seseorang , termasuk berwudhu yang baik, akan memenuhi lima keriteria, berikut: 1) orang mukallaf yang berwudhu sebagai ‘abid; 2) Allah SWT sebagai ma’bud; 3) syari’at berwudhu, sebagai kaifiyah; 4) aktivitas berwudhu sesuai al-masyru’at; dan 5) atsar berwudhu dalam  kehidupan nyata.  Demikian, atsar tersebut sebagai evaluasi akhir dari suatu aktivitas ibadat yang dikerjakan seseorang.

Gambar unsur-unsur beribadat termasuk ibadat berwudhu itu, sbb. :

 

Allah SWT

 

 

Syari’at              Mukallaf             Atsar

 

 

 

Aktivitas

 

Demikian mudah-mudahan ada manfaatnya. Wa Allahu a’lam

 (Bersambung II pada Aplikasi pemaknaan Basmalah dalam berwudhu)


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website