PWM Jawa Barat - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Jawa Barat
.: Home > Artikel

Homepage

Memahami dan Mengerti Islam Kaffah

.: Home > Artikel > PWM
20 Juli 2011 11:38 WIB
Dibaca: 10731
Penulis :

Memahami dan Mengerti Islam Kaffah

Oleh : H. Ayat Dimyati

Pendahuluan.

Agama Islam adalah agama bagi kehidupan umat manusia. Tidak ada pihak manapun yang mengetahui masalah kebutuhan dasar manusia yang akan membawa keselamatan diri, keluarga, dan masyarakat banyak, kecuali Allah SWT sebagai Khaliknya. Melalui ketentuan syari’at agama Islam, yang berisi berbagai perintah, larangan dan petunjuk-petunjuk-Nya, dimaksudkan hanyalah untuk kemaslahatan hidup manusia di dunia dan di akhiratnya.

Terdapat  lima bidang besar kandungan ajaran Islam itu, meliputi : 1) Akidah; 2) Syari’at / Ibadah khash; 3) Mu’amalah dunyawiyah; 4) Akhlak; dan 5) Ilmu pengetahuan dan Manajemen. Kelima bidang tersebut dilihat  dari  aspek studi / materi ajar tentang agama Islam, bukan dari agama Islam sebagai tuntunan amaliah dan pembangunan rasa keagamaan umat. Karena setiap seseorang bertindak berkegiatan, maka ketika itu bangunan aqidahnya, ibadahnya, akhlaknya perlu menyertainya secara bersamaan.  Demikian juga, makna agama Islam sebagai agama penyelamat kehidupan umat manusia, adalah dilihat dari himpunan kesatuan ajaran di atas menjadi satu kesatuan ( kaffah ) dalam pribadi seorang muslim. Hal itu, artinya bahwa  agama Islam berfungsi pada diri penganutnya itu sebagai panduan dan tuntunan atau hudan li al-nas ( petunjuk bagi kehidupan manusia ), baik individu atau kolektifnya. Hal ini di pertimbangkan, oleh karena kehidupan itu sangat komplek, sedangkan klasifikasi bidang ajaran di atas, hanya konsumsi bagi pengetahuan agama saja. Karena itu, orang yang dijanjikan masuk surga, adalah mereka yang beriman disertai amal salih.  Keimanan disertai kesalihan beramal itu, bila dilengkapi dengan ilmu pengetahuan, maka pemiliknya akan memperoleh derajat lebih dari yang lainnya. Di sini pentingnya iman, ilmu dan amal menyatu pada diri seorang muslim. 

Makna Agama ( al-Din ).

Agama ( al- Din ) bermakna : al- syari’ah, al- millah dan al-mazhhab, yaitu jalan yang ditaati, dianuti oleh semua orang, diharapkan pahala diakhirnya, dan  tempat kembali berbagai pandangan dan pendapat. Perbedaan di antara ketiganya :  Kata al-Din, dinisbahkan kepada Allah SWT; kata al-millah dinisbahkan kepada Rasul Allah; dan al-mazhbah dinisbahkan kepada  orang yang menerima petunjuk / ulama. Inti dari makna agama adalah keikhlasan penuh, ketundukan yang sempurna. Keikhlasan tidak akan ada kecuali dengan tidak disertai paksaan.

Rumpun kata al-din (  الدين) yang berarti  agama, sama dengan al-dain (الدين) yang berarti utang. Setiap utang  menuntut pelunasannya oleh yang berutang. Demikian juga agama, menuntut para pengikutnya untuk senantiasa melaksanakannya dengan penuh kesungguhan, bila ketetapan agama itu diabaikannya, maka akan menuntut terus pelunasannya sampai hari pembalasan ( يوم الدين).

Islam ( al-Islam ) asal kata sa-li-ma bermakna  selamat; taslim bermakna berserah diri; sullam bermakna tangga untuk dinaiki. Dari pariasi makna tersebut, maka agama Islam adalah agama keselamatan melalui penyerahan diri dengan sepenuhnya kepada Allah SWT dan dilaksanakan  berdasarkan  tahapan-tahapan kemampuan seseorang. 

Makna Agama Islam ( Din al-Islam ).

Agama Islam di definisikan sbb.:

هو ما شرعه الله على لسان أنبياءه من الاوامر والنواهى والارشادات

لصلاح العباد دنياهم واخراهم

Yaitu apa yang disyari’atkan Allah SWT melalui lisan para nabi-Nya baik berupa perintah, larangan dan petunjuk untuk kebaikan hidup para hambanya di dunia dan di akhirat.

Sedangkan Agama Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW, didefinisikan  sbb.:

هو ما أنزل الله فى القرأن  وما جاءت به  السنة الصحيحة (المقبولة) من الاوامر والنواهى

والارشادات لصلاح العباد دنياهم و اخراهم

Yaitu segala apa yang diturunkan Allah dalam Alqur’an dan apa yang didatangkan oleh al- Sunnah yang shahih / maqbulah, baik berupa perintah atau larangan dan petunjuk bagii kebaikan para hamba di dunia mereka dan di akhiratnya.

Kandungan Ajaran Islam.

Isi yang dikandung Agama Islam, meliputi : 1) hukum-hukum I’tiqadiyah ( aqidah / keyakinan ); 2) hukum-hukum ‘Ibadah / ‘amaliyah khashshah ; 3) hukum-hukum Akhlak ( etika / kesopanan ); dan 4) hukum-hukum mu’amalah dunyawiyah / ‘amaliyah ‘ammah.  Keempat hukum  yang dikandung ajaran agama itu, disempurnakan dan dikembangkan oleh bantuan ilmu pengetahuan; baik ilmu syari’ah,  sain dan teknologi atau ilmu humaniora secara bersamaan. Hal seperti itu, dimaksudkan bila ajaran Islam tersebut akan diberlakukan sebagai panduan hidup keseharian umatnya ( ‘amaliyah yawmiyah ), tidak hanya sebatas pengetahuan saja. Dialog Nabi SAW dengan malaikat Jibril as., yang menyangkut pembidangan: Islam, Iman, Ihsan dan  Ilmu sa’ah, karena berhubungan dengan ta’lim fi al-din ( pengajaran dalam agama ) ini. Akhir ungkapan Nabi SAW dalam hadits itu: فانه جبريل اتاكم يعلمكم دينكم  ( yang tadi itu adalah Jibril as., datang mengajari kamu sekalian tentang agama ). Hr.Bukhari dan Muslim dari Umar Ibn al-Khattab ra .

Langkah-langkah Menuju  Pengertian dan Pemahaman Islam Kaffah.

Kehidupan beragama, atau agama bagi kehidupan, atau hudan li al-nas ( petunjuk bagi umat manusia / Q.S. Al-Baqarah: 185) terbangun dari satu kesatuan ajaran / kaffah ( menyeluruh ), Q.S. al-Baqarah : 208.  Karena itu, penyampaian ajaran agama oleh Nabi SAW meliputi dua bentuk: Pertama, bentuk ta’lim ( pengajaran ); dalam Alqur’an banyak diungkap penyampaian ajaran agama melalui ta’lim ini, seperti diungkap dalam Q.S. Al-Baqarah: 129, dengan tiga tahapan:  تلاوة (bacaan produktif dan responsive),تعليم ( proses pendewasaan dan pengembangan sikap/ pengajaran ),تزكية(bersih diri dari berbuat kurang baik);Q.S. Jum’ah: 2; dan Q.S. Ali ‘Imran: 164; dan ayat lainnya. 

Kedua, bentuk uswah hasanah ( contoh yang baik ), sebagaimana diungkap Q.S. al-Ahzab : 21;

  Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Ta’lim(pengajaran) sangat diperlukan, guna antisipasi kemajuan dan perkembangan kehidupan umat dan pertanggungjawababan keilmuan, sekalipun karakter ilmu bersifat bayan ( penjelasan ) dan pemikiran; juga ciri ilmu itu detail dan parsial. Posisi ilmu dalam agama Islam sangat kokoh, menuntut dikuasai oleh setiap umatnya, sekalipun dalam batas tertentu, karena kemampuannya. Tidak dibenarkan satu keyakinan dan amal dalam Islam tanpa didukung oleh argument keilmuan ( Q.S. al-Isra : 36 ). Sedangkan uswah hasanah, memiliki karakter konprehenshif, menyeluruh ( kaffah ); sekalipun empiris, tetapi mengandung muatan spirit yang besar yang bisa mempengaruhi orang lain. Q.S.al-Ahzab: 21, di atas mengisyaratkan hal tersebut dengan tegas, bahwa uswah hasanah itu, berhubungan erat dengan harapan pertemuan dengan Allah SWT, hari akhirat dan banyak ingat kepada Allah SWT (dzikr Allah katsiran). Sekalipun terbatas, uswah hasanah bisa ada dan dimiliki seseorang selain Rasul SAW, sekalipun orang tersebut tidak beragama, bila ketiga potensi dasar dirinya berfungsi secara baik sebagai manusia. Tiga potensi dasar diri itu, meliputi: 5 fungsi indra; 2 fungsi hati ( merasa baik dan buruk, benar dan salah, bahagia dan sedih); dan 1 fungsi nurani (jastifikasi terhadap kebenaran, kebaikan dan kebahagiaan hakiki dan universal). Ketiganya, dipastikan  hidup bersamaan dan saling berhubungan dalam setiap apa yang dikatakan dan dilakukan seseorang tsb.  

Tahapan-tahapan Ta’lim  fi al-din ( pengajaran agama ) Menuju Pemahaman Islam Kaffah.

Oleh karena pemahaman terhadap al-Islam tidak bisa lepas dari pemahaman terhadap  sumber ajarannya, yaitu Alqur’an dan al-Sunnah serta lingkungannya ( manusia dan alam sekitar ); maka proses pembelajaran terhadap kedua sumber itu, perlu dilakukan secara terintegrasi dalam berbagai sudutnya. Aspek yang perlu distudi itu,  mulai dari aspek kebahasaan sampai pada kedalaman kandungan dibalik makna kebahasaan itu; dilalah-dilalahnya yang disebut maqashid al-syari’ah; hubungan-hubungan di antara dilalah tersebut; sampai pada bagaimana membumikannya. Karena itu untuk bagian terakhir ini, dituntut studi potensi dan kondisi manusia dan alam lingkungannya. Semua proses itu,  yang dimaksudkan dengan  tadabbur al-qur’an ( membumikan Alqur’an ).

Pase pertama, terdiri  atas empat komponen: hapalan, bacaan, tulisan dan imla / dikte. Pase awal studi ini diperuntukan bagi tingkapan pendidikan : TPA, TKA, Diniyah, SD;

Pase kedua, terdiri atas dua komponen pemaknaan,  meliputi: makna mufradat ( satuan kata )  dan makna jumal ( global ) sebagai tahap lanjutan dari tahap sebelumnya. Makna mufradat dimaksudkan untuk alih bahasa ( tarjamah ) dari asing ke lokal pribumi, atau Arab ke Indonesia berdasar zhahir lafazh. Sedangkan makna jumal, dimaksudkan untuk melihat pemahaman maksud terbatas di belakang ungkapan formal atau zhahir lafazh tsb. Pase kedua ini, merupakan materi ajar bagi tingkatan pendidikan SLTP dan SLTA. Hanya di antara kedua tingkatan jenjang pendidikan itu, dibedakan oleh beban dan bobot prosentasenya saja, di antara pemaknaan mufradat dan pemahaman maqasid

Pase ketiga, pendalaman pemahaman yang lebih luas, melalui studi tafsir Alqur’an dan syarah al-Hadits. Pase ketiga ini, dikatakan  pendalaman pemahaman karena pendekatan yang digunakan bisa lebih dari satu pendekatan yang biasa dipakai dalam  berbagai disiplin ilmu pengetahuan dengan tidak meninggalkan pola yang diterapkan pada pase pertama dan kedua. Untuk sekarang ini, studi keislaman dikenal dengan tiga pendekatan : 1) bayani ( pendekatan kebahasaan, sebagaimana dilakukan oleh para ulama ushul al- fiqh, ulama Hadits,  ahli Tafsir, ahli tasawuf; dan pada umumnya pola pemahaman keagamaan umat dari dahulu sampai pada masa sekarang ini). Satu etika yang telah berjalan lama dilakukan para ulama dalam memahami teks keagamaan, yaitu mengacu pada pola interpretasi riwayat, seperti dilakukan Jumhur al- Ulama (spt. Imam Al-Syafi’I, Imam Ahmad dan Ibn Taimiyah ), dalam memahami Alqur’an. Mereka mengacu pada interpretasi Ibn Abbas - Mujahid – para imam mazhab; Ibn ‘Abbas menerima riwayat atau direkomendasikan oleh Nabi SAW; 2) burhani ( pendekatan social, antropos, dan historis ) yang dikatakan tafsir bi al- ilmiy; dan 3) ‘irfani (pendekatan rasa yang akan membangun spirit kebersamaan ) yang dikatakan tafsir bi al-Isyariy. Kedua pendekatan (1 dan 2) dimaksudkan untuk pembangunan rasio, sehingga sesuatu yang dipahami melalui  kedua pendekatan itu, lebih bersifat logis. Sedangkan pendekatan ketiga (3) dimaksudkan guna penumbuhan rasa etik dan estetik. Ketiga pendekatan ini, perlu dibangun epistimologi secara terintegrasi sebagai satu bangunan metodologi. Pase ketiga ini diperuntukkan bagi studi lanjut tingkat PT. Sehingga apa yang diharapkan dengan penyelenggaraan PT di Indonesia ini, akan menjadikan para pemilik ilmu berkarakter ‘arif dalam pase aksiologinya. Oleh karena, aspek rasa pada pase ini memperoleh bagian, maka perlu tambahan pendekatan, berupa internalisasi nilai ajaran pada diri umat melalui teknik muhasabah al-nafs. Muhasabah ini, sangat penting guna evaluasi internal terhadap segala tingkah laku yang salah, kecil atau besar; pribadi atau kolektif;  sehingga, kesalahan yang telah lalu, tidak akan diulang kembali.

Pase keempat, pemahaman terhadap teks ajaran yang dipandang kontradiksi (ikhtilaf al-nushuh), baik Alqur’an dengan Alqur’an, al-Hadits dengan al-Hadits, Alqur’an dan al- Hadits,  Alqur’an dan al-Hadits ( wahyu ) dengan temuan  saintek ( akal sehat ). Prinsif pandangan yang perlu dipegang dalam relasi di antara keduanya adalah tidak saling bertentangan. Penyelesaian bila diperoleh ikhtilaf di antara keduanya adalah studi pemaknaan mendalam, melalui:  aspek-aspek linguistik dan semantic; maqashid al-syari’ah; dan penelitian lanjutan saintek secara konprehenshif.

Pase kelima, menginternalisasikan nilai ajaran ke dalam diri agar diperoleh karakter agamis, moralis; dalam bahasa Alqur’an, karakter tersebut di katakana:  min al-nabiyyin, al-shiddieqin, al-syuhada dan al-shalihin ( Q.S. al- Nisa : 69 ). Oleh karena sasaran dari pase ini, internalisasi nilai, maka sifatnya individual. Dimaksudkan agar masing-masing individu umat beragama memiliki derajat keagamaan yang berkualitas, melebihi orang-orang yang tidak beragama; atau orang-orang yang setengah beragama. Namun, perlu dijaga jangan sampai terjerumus pada aliran spiritualisme pasif; bahkan, diharapkan akan tumbuh secara seimbang di antara kekuatan rasio dan spiritnya sebagai potensi bagi tumbuhnya aktivitas kolektif (spiritualisme aktif). Karena itu, teknik muhasabah al-nafs ( introspeksi diri ) sangat dibutuhkan. Perlengkapan yang dipergunakan pada pase ini, berupa pengembangan fungsi-fungsi indra ( 5 fungsi ) untuk memberi standar empiris dan logis; nafs / qlb ( dua fungsi) untuk memberi standar nilai rasa:  baik-buruk, lurus-tidak lurus, jujur-bohong; dan lub / nurani ( satu fungsi ) yaitu  jastifikasi kebenaran, kebaikan,  kejujuran hakiki dan abadi.  Hanya dengan integrasi ketiga potensi dasar insani tersebut, akan dapat mengantarkan pada kualitas pribadi-kolektif, sebagaimana dikehendaki ayat di atas.

Pase keenam, pemahaman terhadap teks ajaran yang berhubungan langsung dengan satuan konsep ibadah, seperti: thaharah, salat, zakat, shawm, haji, nadzar dan sumpah. Dimaksudkan dengan tahapan pase kelima ini, adalah dalam setiap pelaksanaan satuan ibadah, mulai dari pase awal penyelenggaraan ibadah itu sampai pada pase berakhirnya, yaitu tujuan satuan ibadat tersebut. Kemudian, dari satuan ibadat itu berhubungan dengan satuan ibadat lainnya, yang berujung pada tujuan syari’at secara vertical, berupa:  ketaatan, ketaqwaan dan keihsanan, sehingga diperoleh puncaknya  dari cita-cita keagamaan tersebut, yaitu  pertemuan dengan al-Khaliq, Allah SWT; dan rahmatan li al-‘alamin secara horizontal sesama makhluk dan lingkunggan.

Keenam tahapan tersebut, akan lebih mudah bila dilakukan secara simultan, berada dalam satu perencanaan yang terkoordinatif; dan sebaliknya  akan sulit, bila tidak demikian. Penyelesaian bila terjadi yang sebaliknya ini, seperti kondisi pengajaran yang terjadi sekarang ini, perlu dilakukan aktivitas tambahan di luar aktivitas utamanya.  Sebenarnya, pendidikan pondok pesantren, dari satu sudut, lebih memungkinkan untuk bisa menjalankan program ini, karena dari segi waktu pola pembimbingan relative leluasa, dan komunikasi guru murid, pimpinan bawahan, demikian juga dengan lingkungan sangat akrab.

Pemberlakuan  kandungan keempat ajaran itu ( aqidah, syari’ah, akhlak dan mu’amalah dunyawiyah disertai dengan penguasaan saintek dan minijmen) perlu dipasangkan dalam setiap kondisi dan situasi seorang muslim dimanapun berada; baik ketika  ia sedang menyendiri dan bersama yang lainnya, di lingkungan keluarga atau di masyarakat, di tempat kerja atau di rumah. Demikian  itu, Rasul SAW telah memberi teladan di hadapan para sahabatnya, bagaimana berkehidupan islami itu. Cara hidup seperti ini, bila tidak disadarinya sangat berat. Sekalipun demikian, Allah SWT tidak akan menghukum seorang mukalaf, karena suatu perkara yang diluar kemampuannya. Demikian pula Nabi SAW tidak memberikan beban kepada umat, kecuali yang mereka mampu melakukannya. Bahkan, tiga orang shahabat beribadah secara berlebihan dengan mengabaikan hak matrial dirinya, dilarang oleh Nabi SAW, dengan berkata : Aku berpuasa dan aku berbuka, aku salat dan aku tidur, aku juga bernikah, sungguh aku adalah orang yang paling taqwa dan paling takut kepada Allah SWT ( Hr. muttafaq ‘alaih )

Demikian itu, dilakukan para sahabat berikutnya. Mereka mengatakan bahwa tidak beranjak dari satu hafalan Alqur’an kepada hafalan yang lainnya, sebelum hafalan yang pertama itu diamalkannya. Sikap sahabat seperti itu , merupakan uswah juga.  Demikian juga, kita semua yang masa hidupnya jauh dari masa Rasul SAW, bila ingin terlatih berislam kaffah, apabila kita tambah ilmu, maka amal salihnyapun dituntut bertambah pula, di samping rasa kebersamaannyapun juga di bangun. Membangun rasa kebersamaan ( jama’ah), tidak mungkin terwujud, bila tidak ada ketulusan (al-ikhlash); keikhlashan baru bisa dipertanggungjawabkan, jika diperoleh kepasrahan / ketundukan penuh terhadap ajaran  agama yang telah ditetapkan; dan ketunduklan penuh tidak mungkin ada, bila tidak ada keimanan kepada Allah SWT secara baik dan benar.  Wujud keimanan yang baik dan benar, ada pada prilaku hidup yang berkeseimbangan, lahir-batin, awal-akhir, individu- kolektif. Bagian ini yang dimaksud ummah wasath, khaira ummah.

في ظلال القرآن - (ج 8 / ص 111) Surah al-Ma’un.

إن حقيقة التصديق بالدين ليست كلمة تقال باللسان؛ إنما هي تحول في القلب يدفعه إلى الخير والبر بإخوانه في البشرية ، المحتاجين إلى الرعاية والحماية . والله لا يريد من الناس كلمات . إنما يريد منهم معها أعمالاً تصدقها ، وإلا فهي هباء ، لا وزن لها عنده ولا اعتبار .

وليس أصرح من هذه الآيات الثلاث في تقرير هذه الحقيقة التي تمثل روح هذه العقيدة وطبيعة هذا الدين أصدق تمثيل .

ولا نحب أن ندخل هنا في جدل فقهي حول حدود الإيمان وحدود الإسلام . فتلك الحدود الفقهية إنما تقوم عليها المعاملات الشرعية . فأما هنا فالسورة تقرر حقيقة الأمر في اعتبار الله وميزانه . وهذا أمر آخر غير الظواهر التي تقوم عليها المعاملات!!

ثم يرتب على هذه الحقيقة الأولى صورة تطبيقية من صورها :

{ فويل للمصلين ، الذين هم عن صلاتهم ساهون ، الذين هم يراؤون ويمنعون الماعون } إنه دعاء أو وعيد بالهلاك للمصلين الذين هم عن صلاتهم ساهون . . فمن هم هؤلاء الذين هم عن صلاتهم ساهون

Wa Allahu a’lam bi al- shawab.


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website