PWM Jawa Barat - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Jawa Barat
.: Home > Artikel

Homepage

REFLEKSI DAN PROYEKSI UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG SEKARANG DAN MASA DEPAN

.: Home > Artikel > PWM
20 Maret 2012 16:24 WIB
Dibaca: 2792
Penulis :

REFLEKSI  DAN PROYEKSI UIN SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG

SEKARANG DAN MASA DEPAN.

Oleh :  Ayat Dimyati

Alhamdulillah kita semua pada saat ini bisa berkumpul bersama, melalui undangan  silaturahim Bapak Rektor  Prof. DR. H. Dedy Ismatullah SH. MH, dalam rangka membicarakan sesuatu yang  sangat strategis bagi kehidupan umat dan UIN kedepan, baik umat karena kita sebagai penduduk Jawa Barat, maupun umat sebagai suatu bangsa, negara dan dunia. Saya sangat optimis masa depan adalah milik kita semua melalui investasi keilmuan kedalam ranah pikir, rasa kolektif serta aksi bersama angkatan muda / para mahasiswa sekarang ini. Sekarang ini adalah saatnya kita berbuat lebih banyak lagi, jangan sampai kehilangan kesempatan dan momentum di tengah-tengah kehidupan sangat membutuhkan pertolongan dan penyelamatan. Kehidupan umat manusia dunia sekarang ini sedang membutuhkan kekuatan ekternal   agar bisa memperbaiki dirinya menuju keselamatan, kebahagiaan dan kesejahtraan; sambil menikmati berbagai produk-produk kemajuan sain-teknologi terutama bidang informatika dan tranfortasi.  Namun, dicapai atau tidaknya semua itu, terletak pada kemampuan meraba potensi diri kita sendiri, lingkungan masyarakat kita, serta kebijakan-kebijakan kolektif yang tawarkan melalui para pimpinan dari kita untuk semua. Hal ini penting menjadi perhatian kita semua, guna melihat potensi spesipik ( maziyyah ) masing-masing; baik diri kita, sumber daya manusia indonesia secara keseluruhan dan lingkungan alam sekitar. Sementara ini, kita belum bisa menawarkan idenstitas yang sebenarnya diri kita, dan bangsa kita di hadapan pihak lain, termasuk kita semua sebagai umat Islam. Jika masing-masing kita hanya berfikir sendiri, bekerja sendiri , mengkalkulasi untung–rugi sendirian, suka dan duka sendirian, sudah tentu tidak mungkin bisa berbuat lebih banyak untuk kebaikan bagi umat ini sebagai investasi amal jariyah; atau kita hanya terhenti pada komunitas kita masing-masing, maka akan sangat jauh dari harapan besar di atas. Bagian ini yang menjadi urgensi silaturahim, seperti sekarang ini. Hanya untuk urusan yang lebih luas lagi, diperlukan perencanaan, strategi keumatan dan standar-standar lainnya yang telah disepakati bersama. Untuk itu, pernyataan keseluruhan   Q.S. al-Fatihah yang sering kita baca setiap rakaat shalat dari ayat ke 1 basmalah, sampai akhir ayat ke 7 nya al-dhallin; adalah menginpirasi kita semua.  Dalam surah itu terdapat tiga aspek besar, jika kita semua mengikutinya dengan konsisten: Pertama, input values ( ayat 1-4 ) sekalipun  individual tetapi bernuansa membangkitkan kesadaran rasa kolektif yang merapat dengan pertanggung jawaban ukhrawi; kedua, proses values ( ayat 5 dan 6 ) bernuansa kebersamaan yang mengarah pada sasaran vertikal yang sama melalui pengabdian hanya kepada Allah SWT, disertai saling mengenal  (ta’aruf) dalam kebaikan diantara sesama kita melalui pemaknaan, pemahaman, keyakinan, perjuangan dan perwujudan setiap apa yang dicita-citakan tersebut; dan ketiga, output values ( ayat 7 ) kelahiran generasi yang berkarakterkan kepribadian min al-nabiyyin,  al-shiddieqin,  al-syuhada  dan al-shalihin. Bagian terakhir ini, merupakan produk yang dihasilkan melalui desain yang didasarkan pada kontruksi pembinaan berstrukturkan kewahyuan. Allah SWT telah mengajarkan kepada Rasul-Nya, dan Rasulullah SAW mengikutinya; dan jejak ini yang diwariskan sebagai amanat keagamaan kepada kita semua. Jika pengalaman historis itu diturunkan pada level yang lebih empirik kita semua sekarang ini, guna menemukan kekuatan solutif terhadap berbagai persoalan yang menghimpit kehidupan kita sebagai umat manusia,  maka perlu dilihat terlebih dahulu dua hal berikut: Pertama, potensi kemanusiaan Nabi SAW adalah tidak berbeda dengan kita semua sebagai umatnya dan manusia pada umumnya, yaitu, potensi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang tidak diberikan kepada makhluk lainnya. Kedua, potensi maziyah Nabi SAW berupa hidayah muthlaqah (subtansial), melalui penerimaan wahyu Allah SWT; di samping kemampuan mengembangkan   ilmu pengetahuan yang bersifat  intrumental ( hidayah muktasabah ). Nabi SAW memiliki dua kekuatan ini,  sebagaimana dalam Hadits riwayat Muttafaq ‘alaih dari Abu Musa al-Asy’ary, bahwa Nabi SAW dalam menata kehidupan di dunia ini menuju kehidupan yang lebih baik,  dimitsalkan dengan dua hal itu ( dari hidayah ke ‘ilmu ). Dengan dua hal kelengkapan ini, setiap menghadapi persoalan dapat cepat diselesaikan, dengan tidak meninggalkan pengembangannya sebagai produk ‘ilmu. Sekarang ini, kondisi kehidupan jauh berbeda, hidayah muthlaqah sudah tidak ada lagi dan keyakinan kita tidak memberikan toleransi terhadap hal itu; maka penataan kehidupan di dunia sekarang ini, hanya dengan satu standar, yaitu keilmuan. Saya tidak mengetahui apakah hidayah yang sempat turun kepada Nabi SAW sebagaimana dalam persepsi kita sekarang ini,  akan turun lagi adalah  dipertanyakan posisinya. 

Kita semua sudah memiliki alat untuk mengembalikan suasana seperti keberagamaan umat Islam awal, insyaallah hal ini bukan angan-angan, tetapi harapan. Pertimbangan ini, disebabkan karena kaidah-kaidah keilmuan yang ada sekarang ini berada dalam rekomendasi al-Islam juga, sebagaimana dinyatakan Isma’il Razi al- Faruqi. Oleh karena itu, kita semua mendesain harapan di atas, melalui beberapa langkah : Pertama, pemanfaatan secara optimal tiga potensi dasar insani (Inner Capasity) yang telah diberikan Allah SWT sebagai kelengkapan hidup, yaitu:  Indra ( hawas ), Hati ( qalb ) dan Nurani ( lub ). Kedua, mendudukkan fungsi-fungsi ketiganya itu sesuai dengan posisinya masing-masing secara benar. Ketiga, mengkomunikasikan dari setiap fungsi ketiganya itu, dengan objek-objeknya yang ada dalam dirinya, lingkungannya dan alam sekitarnya melalui beberapa tahapan, yaitu pemaknaan, pemahaman, keyakinan, perjuangan dan perwujudan. Ilmu pengetahuan yang sudah kita miliki sekarang ini,  baik ‘ilmu al-naqliy atau ‘ilmu al-‘aqliy dalam istilah al- Ghazali; ‘ilmu al-dîniy atau ‘ilmu al- thabî’iy dalam istilah Ibn Khaldun,  harus sudah terdesain oleh ketiga potensi itu  secara terintegrasi dan berkeseimbangan, sebelum produk sain dan teknologi itu ditransferkan, demikian juga dengan ilmu syari’at. Jika belum, maka konsep ‘Ilmu al-nafi’ akan tetap jauh untuk bisa memunculkan harapan kehidupan dalam suasana rahmatan li al-‘alamin.

Klaim al-ruju’ ila al-qur’an dan al-sunnah sudah sangat baik dan disepakati kita semua, hanya kelengkapan intrumen yang bisa memandunya belum disiapkan. Untuk masalah ini, kita semua tidak perlu merubah struktur keilmuan yang telah masing-masing kita miliki. Namun, secara metodologis, struktur keilmuan yang ada sekarang ini, tidak boleh dibiarkan larut dalam karakter tafshiliah-nya, yang bernuansa melahirkan ego tersendiri; tetapi perlu diimbangi oleh kaidah-kaidah ijmali-nya yang di dalamnya mengandung tiga cita-cita besar; ketuhanan, kemanusiaan universal dan peradaban utama; bagian ini yang dimaksud sasaran hidayah, yaitu terpadunya kaidah tafshiliy dengan kaidah etika besar yang ijmaliy. Jika begitu, kaidah-kaidah ijmali ini berposisi sebagai payung bagi berbagai kaidah tafshili yang ada di dalamnya. Gagasan fondasi keilmuan kearah itu, sudah bergulir di UIN ini sebagai bangunan paradigmanya, sejak periode sebelum sekarang ini; dan saya mengharapkan untuk dilanjutkan. Saya tidak terlalu mempermasalahkan apakah “wahyu memandu ilmu”, atau sebaliknya “ilmu memandu wahyu”. Hanya, ada kesan “wahyu memandu ilmu” itu, memiliki sifat tanâzul yang keberlakuannya bagi masa nabi SAW, karena nabi SAW bergerak dari  wahyu menuju perkembangan ilmu pengetahuan; sedangkan kehidupan sekarang ini, sebaliknya bersifat tarâqi dari ilmu pengetahuan menuju cita-cita wahyu / hidayah . Insyaallah.

Saya sengaja mengedepankan bagian ini sebagai muqaddimah, karena beberapa pertimbangan : 1) Posisi UIN Sunan Gunung Djati Bandung, sangat strategis berada dalam satu wilayah Provinsi Jawa Barat sebagai penyangga Ibu Kota RI;  2) satu-satunya Universitas Islam di Jawa Barat ini sebagai lembaga yang memiliki kewenangan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang mengintegrasikannya (Unity of Knowledge) diantara kedua ilmu pengetahuan di atas. Jika unity of knowledge ini menjadi prioritas program di UIN ini, maka daya tawar kelembagaan di hadapan kolega-koleganya yang lain akan meningkat dan berwibawa; 3) secara spesipik keberagamaan di Jawa Barat ini sangat berbeda dengan di daerah selainnya di RI ini, jika secara internal umat Islam terlebih dahulu dicerdaskan melalui interpretasi yang mencerahkan terhadap ajaran agamanya, maka akan memberikan input values bagi yang lainnya. Di samping juga Jawa Barat, merupakan satu-satu provinsi di RI ini yang memiliki penduduk muslim lebih banyak daripada provinsi lainnya; 4) pencerahan pemikiran keagamaan bagi mereka untuk kontek sekarang ini, sudah sangat diperlukan guna membangunkan kembali cahaya ilmunya yang suasana kehidupan keilmuan sekarang ini “buram nilai”, diharapkan jangan ditunggu sampai gelapnya; 5) perkembangan ekonomi syari’ah melalui studi kelembagaan ( perbankan dan lembaga ekonomi syari’ah lainnya ) untuk masyarakat RI, merupakan kegairahan tersendiri. Namun, jangan diharap jika fondasi keilmuannya tidak dibangun secara serius terintegrasi dan holistik, maka kegairahan umat tersebut akan segera sirna, kecewa dan  mudah tergilas oleh kecenderungan luar yang tidak dikehendakinya; bahkan, bisa berbenturan dengan cita-cita syari’ah sendiri; dan 6) dari sudut pembentukan karakter bangsa, kegagalan penyelenggaraan pendidikan di republik ini sudah terbuka dan dikemukakan oleh para ahli sebagaimana diungkap dalam berbagai mas media akhir 2010, yaitu produk pendidikan yang telah kehilangan karakteristiknya sebagai bangsa besar yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila; dan kebhinekaan yang niscayanya menjadi potensi untuk lebih maju, tetapi sebaliknya telah mengantarkan negara menjadikan bangsa terseok-seok.    

Kenapa demikian ?  Hal ini dipertimbangkan terjadi, karena studi keislaman dalam satuan konsepnya, tidak pernah selesai, bahkan “total berhenti ditengah jalan”. Bagian ini yang berakibat split personality di kalangan umat, terutama hubungan di antara kesalehan pribadi dengan kesalehan sosial. Di Jawa Barat saja, program ini telah gagal dilaksanakan, padahal warga muslim di Jawa Barat ini, mencapai 99%-nya dari jumlah penduduk 43 juta jiwa lebih. Salah satu penyebabnya, adalah basic keilmuan yang dimiliki umat sebagai penyangga terbentuknya karakter kepublikan tidak mendukungnya. Demikian pula program P4 oleh Pemerintah Pusat, masa Orde Baru berujung lahirnya reformasi; dan 13 tahun masa reformasipun yang dijalani negeri ini, belum juga menemukan celah untuk menjadi lebih baik. Padahal harapan demi harapan kehidupan umat untuk lebih baik, setiap perubahan tersebut itu telah dimulai. 

Sebagai gambaran studi keislaman belum selesai dengan mengambil contoh, ber-wudhu setiap untuk salat lima waktu, sepertinya tidak pernah menemukan ujungnya, yaitu karakter tawwabin dan mutathahhirin dalam sikap keseharian seorang yang ber-wudhu tersebut. Padahal kedua hal ini, merupakan perkara subtansi yang diharapkan dari setiap ber-wudhu itu; atau kalau mengacu pada Q.S al-Maidah : 6; aturan ber-wudhu itu terbentang dari fondasi keimanan ( aspek batinnya) dan ucapan basmalah (aspek lahir) untuk memulai beraktivitas bersuci dengan kaifiyah-nya yang al-masyru’ât disertai prinsif lâ haraj, sampai bagaimana munculnya tiga kepribadian sebagai harapan dan cita-cita subtansial :  yuthahhirukum, yutimma ni’matahu, dan tasykurûn. Bagian totalitas ber-wudhu-ini, bangunan metodologinya belum tergali secara terintegrasi dan holistik dalam satu konsep utuh; sedangkan aspek  keilmuannya sudah ada secara parsial, sebagaimana yang diajarkan di sekolah-sekolah, di pesantren-pesanstren  dan di PTAI sekarang ini. Namun, demikian kecenderungan kerah itu sudah ada. Jika para pakar studi keilmuan di lingkungan UIN Sunan Gunung Djati Bandung menggarap program ini secara serius, Insyaallah ke depan kiblat ilmu pengetahuan ini datang dari Cipadung ini; dan  Jawa Barat akan menjadi pusat hijrah ( urban ) pencari ilmu pengetahuan dari daerah-daerah lainnya. Sekarang ini saja, dengan desain seperti apa adanya ( transfer ilmu, sain dan teknologi) orang-orang luar yang berhijrah (urban) ke Jawa Barat sudah terasa overload. Apalagi jika kita semua serius menggarap pengembangan ilmu pengetahuan milik kita sendiri, dari potensi kita sendiri, dengan mengerahkan segala kekuatan yang dimiliki kita untuk lebih maju lagi, disertai hidup berkeseimbangan lahir menemukan batinnya; positif awalnya dan positif juga akhirnya; kehidupan pribadi  menemukan juga kehidupan kolektifnya, semuanya dalam kebaikan. Hal ini tidak mungkin bisa dicapai kecuali dengan penuh kebersamaan. Jika kita semua tidak segera menatanya dengan seksama, maka kita akan kehilangan kesempatan, yang berarti optimalisasi amal salih dalam bidang pengembangan keilmuan akan terlewat begitu saja yang berarti pula tanggung jawab akademik yang dipikul UIN kurang bisa dirasakan oleh orang banyak.  Kita semua akan menyesal, jika  kehidupan ini sudah diambil alih oleh pihak lain para urban. Bagian ini, adalah sebagian perjalanan hukum kehidupan; dan siapa yang lebih unggul akan menguasainya.  Perlu ditegaskan lagi di sini keunggulan yang dicari oleh kita semua yang merapat dengan cita-cita syariat, adalah keunggulan kehidupan yang bisa mempertahankan hukum-hukum universal yang berkeseimbangan. Satu catatan terakhir,  bahwa ilmu itu terbuka bagi aiapa saja yang akan mencarinya, tidak dikhususkan bagi pengikut agama tertentu, dari segi ini kita belum siap menerima orang luar agama Islam belajar di lembaga ini; di tengah-tengah ilmu yang dikembangkannya tidak semuanya datang dari dunia Islam. Padahal dari segi dakwah islami, masuknya mereka yang luar Islam, merupakan kesempatan yang sangat baik, bisa berdialog dengan mereka yang berarti kedewasaan kita sebagai anak bangsa akan bertambah. Wa Allahu a’lam.

 

Demikian, mudah-mudahan  bermanfaat.   

Wassalam,  Bandung, 5 Maret 2012.

 

 

Daftar Bacaan

Alqur’an al- Karim

Al- Bukhariy, al-Jami’ al-Shahih, http.://www.al-Islam.com

Dadang Kahmad, Prof. DR. Msi, H, Sosiologi Agama, Th. 2000.

Hasan al-Banna, al- Imam. Muqaddamat fi ‘Ilm al-Tafsir, Maktabah al-Manar, Kuwait, t.t.

Hasan Sadeli. Kamus Inggris –Indonesia,Muhammad Ahmad Abu Zahrah, al- Syaikh. Al- Madzahib al- Islamiyyah, trj. Oleh Drs. H. Djauharudin AR, untuk kalangan sendiri.

Ibn al- Atsir, al- Nihayah fi Gharib al- Hadits wa al-Atsar, tahqiq Thahir Ahmad al- Razzaq, dkk. Tt

Ibn Taimiyah, Muqaddamah fi ‘ilmi al- tafsir, tt.

Al- Jurjaniy, Kitab al- Ta’rifat, al-Haramain, Jeddah, tt.

Muhammad Mukram Ibn Manzhur al--Afriqiy, Lisan al- ‘Arab,  tt.

Muhammad Ibn Asyraf  Ibn Amir al- Abadiy, ‘Awn al- Ma’bud syarah Sunan Abi Daud; Bait al- Afkar al- Dawliyah, 1995.

Al- Nasai, Sunan al- Nasai al- Musamma al- Mujtaba, http.://www.al-Islam.Com

Raghib al- Ashbahaniy, al-Mufradat fi Gharib Alqur’an, tt.


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website