PWM Jawa Barat - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Jawa Barat
.: Home > Artikel

Homepage

Menyambut Tahun Baru Hijriyah

.: Home > Artikel > PWM
20 Maret 2012 16:02 WIB
Dibaca: 9263
Penulis :

 

Menyambut Tahun Baru Hijriyah

Oleh : H. Ayat Dimyati

Q.S. al- Taubah 36 ;

إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ ذَلِكَ الدِّينُ الْقَيِّمُ فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ وَقَاتِلُوا الْمُشْرِكِينَ كَافَّةً كَمَا يُقَاتِلُونَكُمْ كَافَّةً وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ (36

Sungguh hitungan bulan di sisi Allah ( dalam penanggalan satu tahun), adalah 12 bulan dalam kitab Allah ( telah ditentukan ) pada hari langit dan bumi diciptakan, di antaranya, empat bulan yang disebut bulan hurum ( yang dihurmati ); demikian itu agama yang lurus, maka janganlah kamu sekalian melakukan kezhaliman terhadap diri kamu; dan perangilah oleh kamu sekalian mereka yang melakukan kemusyrikan semuanya, sebagaimana mereka memerangi kamu sekalian; dan ketahuilah oleh kamu sekalian bahwa Allah itu beserta orang-orang  yang bertaqwa.

Hadits Nabi SAW :               

عَلْقَمَةَ بْنَ وَقَّاصٍ اللَّيْثِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ عُمَرَ بْنَ الْخَطَّابِ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ عَلَى الْمِنْبَرِ

قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَىالله و رسوله فهجرته الى الله ورسوله و من كانت هجرته الىدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوْ إِلَى امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْه

فتح الباري لابن حجر - (ج 1 / ص 2

Rasulullah SAW berkata segala amal perbuatan itu disebabkan niat, dan bagian masing-masing orang hanya terkait dengan apa yang diniatinya; barang siapa yang berhijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka ia telah berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya; dan barang siapa yang berhijrahnya untuk memperoleh dunia, maka dia akan memperoleh bagiannya; atau berhijrahnya kepada seorang wanita untuk dia nikahinya, maka perolehan hijrahnya itu kepada apa yang dia hijrahinya.

Al-Thabari (Juz 14/ 234) menjelaskan bahwa bilangan 12 bulan dalam satu tahun itu telah ditetapkan Allah sebagai  waktu turunnya berbagai ketetapan-Nya, yaitu pada hari Langit dan Bumi diciptakan. Dari 12 bulan standar waktu tersebut, 4 bulan telah diagungkan dari sejak masa jahiliyah, mereka menghormatinya bulan-bulan itu, dengan tidak saling berperang; itulah makna    فَلَا تَظْلِمُوا فِيهِنَّ أَنْفُسَكُمْ  dalam ayat itu bagi kita semua. Ke 4 bulan tersebut,yaitu  bulan Rajab, dan tiga bulan berurutan : Dzu al-Qa’dah,  Dzu al- Hijjah dan Muharam. Dapatlkah kita semua menjaga ke 4 bulan itu untuk tidak menggunjing orang, tidak berbohong, tidak malas, tidak marah dan tidak mengadu domba antar orang ? Demikian juga peredaran bulan-bulan itu berputar dari sejak pada hari penciptaan langit dan bumi. Demikian juga  Nabi SAW telah  menyebutkan hal itu ketika khutbah  hajji wada’ di Mina pada hari tasyriq.

Ibn Daqiq al-‘Ied berkata : orang yang berpindah dari Makkah ke Medinah dengan tidak bermaksud mengambil keutamaan hijrah seperti yang disebutkan, hanyalah dia akan memperoleh gadits yang akan dinikahinya, tidak selainnya. Karena itu, hadits di atas dinamakan juga Hadits Ummu Qais, karena seseorang berhijrah hanya bermak-sudkan untuk menikahinya.

Hijrah secara bahasa bermakna al-intiqal  (berpindah) danal-washl ( sampai pada tujuan ). Di antara kedua makna hijrah tersebut---berpindah dan sampai pada tujuan itu---bisa dilihat dari dua sisi, baik secara moral spirituaL maupun secara pisikal matrial secara bersamaan. Hal ini dibicarakan karena berhubungan dengan pertanggungjawaban nya di akhirat kelak tidak keluar dari batas-batas  ruang dan waktu tersebut.

Ibn al-Munir berkata: Permulaan nubuwah diterima Nabi  SAW adalah dengan hijrah  diri nabi kepada Allah melalui berkhalwat / tahannuts/ menyendiri untuk bertafakur dan bermuhasabah dan memohon kekuatan kepada –Nya di gua Hira. Bagian ini merupakan isyarat bahwa segala amaliah shalihah yang didasarkan pada syari’at kewahyuan diperlukan melewati penciptaan suasana  batiniyah ( niat ) yang pantas untuk itu. Bagian ini yang dimaksudkan dengan firman Allah SWT : وَاَللَّه يَهْدِي مَنْ يَشَاء إِلَى صِرَاط مُسْتَقِيم( Allah itu akan memberi kan petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya, yaitu  mereka yang menetapi syari’atnya kepada jalan yang lurus). Karena itu, tidak benar peringatan tahun baru hijriyah, dilakukan dengan cara hura-hura, ugal-ugalan dan kemaksiatan.

Aspek lainnya, dari ayat dan Hadits di atas adalah pemahaman konprehensif dan metodologis agar rasionalitas kandungannya bisa dimengerti benar. Perhatikan rumuan ayat itu, awal ayat :إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُور……., akhir ayat :أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ. Pertanyaan yang muncul, bagaimana terjadinya pergeseran / pindah / hijrah dari hitungan empiris kuantitatif dan terbatas (12 bln ),  berubah menjadi kualitatif, abstrak dan tidak terbatas (taqwa) ? jawabannya ada di antara kedua rumusan awal dan akhir ayat tersebut, yaitu jadikan 1/3 dari 12 bulan dalam penanggalan satu tahun, maka 4 bulannya merupakan batas waktu untuk menciptakan perdamaian, harmonisasi dengan introspeksi dan muhasabah guna pengendalian diri dari segala pengaruh buruk duniawiyah yang menghimpitnya, karena pengaruh hawa nafs kolektif; mengangkat nilai-nilai moral kebersamaan, menakar kejamaahan manusiawi yang sebenarnya. Demikian juga, 1/3 dari setiap bulannya, 10 hari dengan mengambil hukum asal 10 hari akhir di bulan Ramadhan dan pemaknaan ungkapan:   wa layâlin ‘asyr, wa al-syaf’i wa al- watr  dalam Q. S. al- Fajr.   Dibatasi lagi dengan 1/3 dari setiap minggu, 2 hari dengan dipuasai ( senin dan kamis ); lebih dibatasi lagi dengan 1/3 dari setiap hari, 8 jam untuk istirahat; lebih dibatasi lagi 1/3 dari 8 jam pada setiap malamnya kira-kira 2,5 jam bangun tidur untuk salat malam (tahajud ) dan membaca Alqur’an, bermuhasabah tentang hidup dan kehidupan diri, hubungannya dengan keberagamaan dan kemasyarakatan.   Pada saat malam itu merupakan puncaknya komunikasi / berdoa di antara para hamba dengan Tuhannya. Kondisi seperti itu perlu dilakukan terus menerus disertai kekhusyuan ( mudawaman ‘ala tha’atillahi fi khusyu’in ). Sudahkah kita masing-masing melakukannya ?

Beberapa Hadits yang semakna dengan Hadits di atas, sbb;

1.      Hadits Aisyah dan Ummi Salamah dalam riwayat Muslim :يُبْعَثُونَ عَلَى نِيَّاتهمْ( mereka akan dibangkitkan -- pada hari kiamat-- atas dasar niat mereka dalam hatinya);

2.      Hadits Ibn Abbas as, :" وَلَكِنْ جِهَاد وَنِيَّة "( tidak ada lagi hijrah setelah tahun ini -- tetapi yang tetap ada adalah jihad dan niat );

3.      Hadits Ibn Mas’ud as.,:" رُبَّ قَتِيل بَيْن الصَّفَّيْنِ اللَّه أَعْلَم بِنِيَّتِهِ " أَخْرَجَهُ أَحْمَد(seberapa ba- nyak yang terbunuh diantara dua shaf ini, Allah Maha Mengetahui niatnya);

4.      Hadits Abi Musa, as. :" مَنْ قَاتَلَ لِتَكُونَ كَلِمَة اللَّه هِيَ الْعُلْيَا فَهُوَ فِي سَبِيل اللَّه " مُتَّفَق عَلَيْهِمَا(barang siapa yang berperang untuk tegaknya kalimat Allah yaitukalimatyang mulya, maka diaitu  beradadi jalan Allah). Muttafaq ‘alaih.

5.      Hadits Ibn Mas’ud as,  dan Ubadah as,:" مَنْ غَزَا وَهُوَ لَا يَنْوِي إِلَّا عِقَالًا فَلَهُ مَا نَوَى( barang siapa yang berperang tidak disertai niat karena Allah, kecuali dia  akan terikat oleh apa yang diniatkannya).

Imam al- Khattaby memaknai  Hadits-hadits  di atas menunjukkan bahwa segala amal itu,dipandang sah secara hukum, jika didasarkan pada niat. Niatlah yang  akan memalingkannya kearah mana amal itu bergerak, bukan kembali kepada jenis amalnya; karena hasil dari amaliah itu, bisa terjadi dan diperoleh tanpa niat. Maka dari itu, keikhlasan hanya mengharapkan ridha Allah SWT dan merupakan standar pertama dan utama yang tetap harus ada selama melakukan amaliah keagamaan. Wallahua’lam

 

Mudah-mudahan bermanfaat.

Bandung, 28 Dzu al- Hijjah 1432 H / 25 November 2011 M.


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website