PWM Jawa Barat - Persyarikatan Muhammadiyah

 PWM Jawa Barat
.: Home > Artikel

Homepage

Memahami dan Mengerti Islam Kaffah Bagian 2

.: Home > Artikel > PWM
20 Maret 2012 15:59 WIB
Dibaca: 3413
Penulis :

 

Memahami dan Mengerti Islam Kaffah
Bagian 2
 
Ayat DImyati

 

Pendahuluan.

Agama Islam adalah agama bagi kehidupan umat manusia. Tidak ada pihak manapun yang mengetahui masalah kebutuhan dasar manusia yang akan membawa keselamatan diri, keluarga, dan masyarakat banyak, kecuali Allah SWT sebagai Khâlik-nya. Melalui ketentuan syari’at agama Islam yang berisi berbagai perintah, larangan dan petunjuk-petunjuk-Nya, dimaksudkan hanyalah untuk kemaslahatan hidup manusia di dunia dan di akhiratnya.

Terdapat  lima bidang besar kandungan ajaran Islam itu,meliputi :

1) Akidah;

2) Syari’at / Ibadah khash;

3) Mu’amalah dunyawiyah;

4) Akhlak; dan

5) Ilmu pengetahuan dan Manajemen.

Kelima bidang tersebut dilihat  dari  aspek studi / materi ajar tentang agama Islam, bukan dari agama Islam sebagai tuntunan amaliah dan pembangunan rasa keagamaan umat. Karena setiap seseorang bertindak berkegiatan, maka ketika itu bangunan aqidahnya, ibadahnya, akhlak, ilmu dan rasanya perlu menyertainya secara bersamaan.  Demikian juga, makna agama Islam sebagai agama penyelamat kehidupan umat manusia, adalah dilihat dari himpunan kesatuan ajaran di atas menjadi satu kesatuan ( kâffah ) dalam pribadi seorang muslim. Hal itu, artinya bahwa  agama Islam berfungsi pada diri penganutnya itu sebagai panduan dan tuntunan atau hudan li al-nâs ( petunjuk bagi kehidupan manusia ), baik individu atau kolektifnya.  Hal ini dipertimbangkan, oleh karena kehidupan itu sangat komplek, sedangkan klasifikasi bidang ajaran di atas, hanya konsumsi bagi pengetahuan agama saja. Karena itu, orang yang dijanjikan masuk surga, adalah mereka yang beriman disertai amal salih.  Keimanan disertai kesalihan beramal itu, bila dilengkapi dengan ilmu pengetahuan, maka pemiliknya akan memperoleh derajat lebih dari yang lainnya. Di sini pentingnya iman, ilmu, rasa dan amal, menyatu pada diri seorang muslim. 

 

Makna Agama ( al-Dîn ).

Agama ( al- Dîn ) bermakna : al- syarî’ah, al- millah dan al-mazhhab, yaitu jalan yang ditaati, dianuti oleh semua orang, diharapkan pahala diakhirnya, dan  tempat kembali berbagai pandangan dan pendapat. Perbedaan di antara ketiganya :  Kata al-Dîn, dinisbahkan kepada Allah SWT; kata al-millah dinisbahkan kepada Rasul Allah; dan al-mazhab dinisbahkan kepada  orang yang menerima petunjuk / ulama. Inti dari makna agama adalah keikhlasan penuh, ketundukan yang sempurna. Keikhlasan tidak akan ada kecuali dengan tidak disertai paksaan.

Rumpun kata al-dîn (  الدين) yang berarti  agama, sama dengan al-daen (الدين ) yang berarti utang. Setiap utang  menuntut pelunasannya oleh yang berutang. Demikian juga agama, menuntut para pengikutnya untuk senantiasa melaksanakannya dengan penuh kesungguhan, bila ketetapan agama itu diabaikannya, maka akan menuntut terus pelunasannya sampai hari pembalasan ( يوم الدين ).

Islam ( al-Islam ) asal kata sa-li-ma bermakna  selamat; taslîm bermakna berserah diri; sullam bermakna tangga untuk dinaiki. Dari pariasi makna tersebut, maka agama Islam adalah agama keselamatan melalui penyerahan diri dengan sepenuhnya kepada Allah SWT dan dilaksanakan  berdasarkan  tahapan-tahapan kemampuan seseorang. 

 

Makna Agama Islam ( Dîn al-Islam ).

Agama Islam di definisikan sbb.:

هو ما شرعه الله على لسان أنبياءه من الاوامر والنواهى والارشادات

لصلاح العباد دنياهم واخراهم

Yaitu apa yang disyari’atkan Allah SWT melalui lisan para nabi-Nya baik berupa perintah, larangan dan petunjuk untuk kebaikan hidup para hambanya di dunia dan di akhirat.

Sedangkan Agama Islam yang dibawa oleh nabi Muhammad SAW, didefinisikan  sbb.:

هو ما أنزل الله فى القرأن  وما جاءت به  السنة الصحيحة (المقبولة) من الاوامر والنواهى

والارشادات لصلاح العباد دنياهم و اخراهم

Yaitu segala apa yang diturunkan Allah dalam Alqur’an dan apa yang didatangkan oleh al- Sunnah yang shahih / maqbulah, baik berupa perintah atau larangan dan petunjuk bagii kebaikan para hamba di dunia mereka dan di akhiratnya.

 

Kandungan Ajaran Islam.

Isi yang dikandung Agama Islam,meliputi :

v  Hukum-hukum I’tiqadiyah ( aqidah / keyakinan );

v  hukum-hukum ‘Ibadah / ‘amaliyah khashshah ;

v  hukum-hukum Akhlaq ( etika / kesopanan ); dan

v  hukum-hukum mu’âmalah dunyawiyah / ‘amaliyah ‘âmmah

Keempat hukum  yang dikandung ajaran agama itu, disempurnakan dan dikembangkan oleh bantuan ilmu pengetahuan; baik ilmu syari’ah,  sain dan teknologi atau ilmu humaniora secara bersamaan. Hal seperti itu, dimaksudkan bila ajaran Islam tersebut akan diberlakukan sebagai panduan hidup keseharian umatnya ( ‘amaliyah yawmiyah ), tidak hanya sebatas pengetahuan saja. Dialog Nabi SAW dengan malaikat Jibril as., yang menyangkut pembidangan: Islam, Iman, Ihsan dan  Ilmu sa’ah, karena berhubungan dengan ta’lîm fi al-dîn ( pengajaran dalam agama ) ini. Akhir ungkapan Nabi SAW dalam hadits itu: فانه جبريل اتاكم يعلمكم دينكم  ( yang tadi itu adalah Jibril as., datang mengajari kamu sekalian tentang agama kamu). Hr.Bukhari dan Muslim dari Umar Ibn al-Khattab ra .

 

Langkah-langkah Menuju  Pengertian dan Pemahaman Islam Kaffah.

Kehidupan beragama, atau agama bagi kehidupan, atau hudan li al-nâs ( petunjuk bagi umat manusia / Q.S. Al-Baqarah: 185) terbangun dari satu kesatuan ajaran / kâffah ( menyeluruh ), Q.S. al-Baqarah : 208.  Karena itu, penyampaian ajaran agama oleh Nabi SAW meliputi dua bentuk:

Pertama,bentuk ta’lîm ( pengajaran ); dalam Alqur’an banyak diungkap penyampaian ajaran agama melalui ta’lîm ini, seperti diungkap dalam Q.S. Al-Baqarah: 129, melalui tiga tahapan:

1)تلاوة(bacaan produktif dan responsive);

2)تعليم( proses pendewasaan dan pengembangan sikap/ pengajaran );

3) تزكية (bersih diri dari berbuat kurang baik/internalisasi). Urutan tahapan ini, merupakan do’a dan harapaan Nabi Ibrahim as, kepada Allah SWT sebagai bekal bagi dzurriyah/ keturunannya dalam membina umatnya dikemudian hari. Q.S. Jum’ah: 2, tahapan pelaksanaan harapan Nabi Ibrahim as tersebut, dilakukan oleh Nabi SAW sebagai jawaban Allah SWT atas do’anya itu; dari sudut urutan 2 dan 3 berbeda تز كية diurutkan lebih dahulu dari  . تعليمKetiga urutan itu mengandung rahasiah besar bagi keunggulan pembinaan generasi.  Berikutnya, Q.S. Ali ‘Imran: 164, bahwa urutan tersebut merupakan suatu anugrah Allah SWT kepada orang-orang beriman, dengan urutan seperti dalam Q.S. Jum’ah : 2. Demikian juga ayat lainnya.  Bunyi Q.S. al-Baqarah: 129, sbb.:

ربنا وابعث فيهم رسولا منهم يتلوا عليهم اياتك و يعلمهم الكتاب و الحكمة و يزكيهم انك انت العزيز الحكيم

Ya  Tuhan kami ! utuslah pada mereka ( kaum setelah ku ) seorang rasul dari diantara mereka, Rasul itu mentilawahkan ayat-ayat Mu pada  mereka , mengajarkan al-kitab dan al-hikmah, dan mensucikan mereka; sungguh Engkau Maha Perkasa dan Maha Bijaksana.

Kedua,bentuk uswah hasanah ( contoh yang baik ), sebagaimana diungkap Q.S. al-Ahzab : 21;

لقد كان لكم فى رسول الله اسوة حسنة لمن كان يرجوا الله واليوم الاخر وذكر الله كثيرا

  Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.

Ta’lîm(pengajaran) sangat diperlukan, guna antisipasi kemajuan dan perkembangan kehidupan umat dan pertanggungjawababan keilmuan, sekalipun karakter ilmu bersifat bayan ( penjelasan ) dan pemikiran; juga ciri ilmu itu detail dan parsial. Posisi ilmu dalam agama Islam sangat kokoh, menuntut oleh setiap umatnya, sekalipun dalam batas tertentu, karena kemampuannya. Tidak dibenarkan satu keyakinan dan amal dalam Islam tanpa didukung oleh argument keilmuan ( Q.S. al-Isra : 36 ). Sedangkan uswah hasanah, memiliki karakter konprehenshif, menyeluruh ( kâffah ); sekalipun empiris, tetapi mengandung muatan spirit yang besar yang bisa mempengaruhi orang lain,tidak dengan sihir atau bujuk rayu, tetapi dating dari kepribadiannya sebagai seorang muslim. Q.S.al-Ahzab: 21, di atas mengisyaratkan hal tersebut dengan tegas, bahwa uswah hasanah itu, berhubungan erat dengan harapan pertemuan dengan Allah SWT, hari akhirat dan banyak ingat kepada Allah SWT (dzikr Allah katsîran). Sekalipun terbatas, uswah hasanah bisa ada dan dimiliki seseorang selain Rasul SAW, sekalipun orang tersebut tidak beragama, bila ketiga potensi dasar dirinya berfungsi secara baik sebagai manusia; namun, sebatas duniawi. Tiga potensi dasar diri itu, meliputi: 5 fungsi indra; 2 fungsi hati ( merasa baik dan buruk, benar dan salah, bahagia dan sedih; dan 1 fungsi nurani (jastifikasi terhadap kebenaran, kebaikan dan kebahagiaan hakiki). Ketiganya harus hidup bersamaan dalam setiap apa yang dikatakan dan dilakukan orang tsb.  

Tahapan-tahapan Ta’lim  fi al-din ( pengajaran agama ) Menuju Pemahaman Islam Kaffah.

Oleh karena pemahaman terhadap al-Islam tidak bisa lepas dari pemahaman terhadap  sumber ajarannya, yaitu Alqur’an dan al-Sunnah, maka proses pembelajarannyapun terhadap kedua sumber itu dalam berbagai sudutnya, perlu dilakukan; mulai dari aspek kebahasaan sampai pada kedalaman kandungan dibalik makna kebahasaan itu yang disebut maqâshid al-syarî’ah.

Pase pertama, terdiri  atas empat komponen: hapalan( hifzh ), bacaan( qirâ’ah ), tulisan ( kitâbah ) dandikte ( imlâ). Pase awal studi ini diperuntukan bagi tingkatan pendidikan : TPA, TKA, Diniyah, dan SD.

Pase kedua, terdiri atas dua komponen pemaknaan,  meliputi: makna mufradat ( makna satuan kata ),makna  jumlah ( kalimat ) danijmâl ( makna global ) sebagai tahap lanjutaan dari tahap sebelumnya. Makna mufradât dimaksudkan untuk alih bahasa ( tarjamah ) dari asing ke lokal /pribumi, atau Arab ke Indonesia berdasar zhahir lafazh;makna jumlah, dimaksudkan untuk melihat pemahaman maksud terbatas di belakang ungkapan formal atau zhahir lafazh dari satuan kalimat; sedangkanmakna ijmal dimaksudkan pemaknaan lintas nash bahkan dengan maqashid beberapa ungkapan yang terkait. Pase kedua ini, merupakan materi ajar bagi tingkatan pendidikan SLTP dan SLTA. Hanya di antara kedua tingkatan jenjang pendidikan itu, dibedakan aspek beban dan bobot prosentasenya saja, di antara pemaknaan mufradat, jumlah  dan pemahaman maqashid. 

Pase ketiga, pendalaman pemahaman yang lebih luas, melalui studi tafsir Alqur’an dan syarah al-Hadits. Pase ketiga ini, dikatakan  pendalaman pemahaman karena pendekatan yang digunakan bisa lebih dari satu pendekatan yang biasa dipakai dalam  berbagai disiplin ilmu pengetahuan dengan tidak meninggalkan pola yang diterapkan pada pase pertama dan kedua. Untuk sekarang ini, studi keislaman dikenal dengan tiga pendekatan :

1)bayâni( pendekatan kebahasaan, sebagaimana dilakukan oleh para ulama ushul al- fiqh, ulama Hadits,  ahli Tafsir, ahli tasawuf; dan pada umumnya pola pemahaman keagamaan umat dari dahulu sampai pada masa sekarang ini). Satu etika yang telah berjalan lama dilakukan para ulama dalam memahami teks keagamaan, yaitu mengacu pada pola interpretasi riwayat, seperti dilakukan Jumhur al-Ulama (spt. Imam Al-Syafi’i, Imam Ahmad dan Ibn Taimiyah ), dalam memahami Alqur’an. Mereka mengacu pada interpretasi Ibn Abbas - Mujahid – para imam mazhab; Ibn ‘Abbas menerima riwayat atau direkomendasikan oleh Nabi SAW langsung;

2) burhâni( ( pendekatan social, antropos, sain, manajemen, dan historis ) yang dikatakan tafsir bi al- ilmiy; dan

3)‘irfâni(pendekatan rasa yang akan membangun spirit kebersamaan ) yang dikatakan tafsîr bi al-Isyâriy. Kedua pendekatan ( 1 dan 2 ) dimaksudkan untuk pembangunan rasio, sehingga sesuatu yang dipahami dengan  kedua pendekatan itu, lebih bersifat logis. Sedangkan pendekatan ketiga ( 3 ) dimaksudkan guna penumbuhan rasa etik dan estetikyang berujung pada sikap kebersamaan( etika kolektif). Ketiga pendekatan ini, perlu dibangun epistimologi /cara kerja secara terintegrasi sebagai satu bangunan metodologi. Pase ketiga ini diperuntukkan bagi studi lanjut tingkat PT. Sehingga apa yang diharapkan dengan penyelenggaraan PT di Indonesia ini, akan menjadikan para pemilik ilmu berkarakter ‘ârif dalam pase aksiologi /amaliahnya. Oleh karena, aspek rasa pada pase ini memperoleh bagian, maka perlu tambahan pendekatan, berupa internalisasi nilai ajaran pada diri umat melalui teknik muhâsabah al-nafs.

Pase keempat,pemahaman terhadap teks ajaran yang dipandang kontradiksi ( ikhtilâf al-nushûh ), baik Alqur’an dengan Alqur’an, al-Hadits dengan al-Hadits, Alqur’an dan al- Hadits,  Alqur’an dan al-Hadits ( wahyu ) dengan temuan  sain-tek ( akal sehat ). Prinsif pandangan yang perlu dipegang dalam relasi di antara keduanya, adalah tidak saling bertentangan. Penyelesaian bila diperoleh ikhtilaf di antara keduanya, adalah studi pemaknaan mendalam, melalui:  aspek-aspek linguistik / semantic; maqâshid al-syarî’ah; dan penelitian lanjutan sain tek secara konprehenshif; di samping langkah empiris yang biasa dilakukan para ahli ushul ( jama’, tarjîh dan  naskh ).

Pase kelima, menginternalisasikan nilai ajaran ke dalam diri agar diperoleh karakter agamis, moralis; dalam bahasa Alqur’an disyaratkan dengan empat tampilan, yaitu:  min al-nabiyyîn, al-shiddieqîn, al-syuhadâ dan al-shâlihin ( Q.S. al- Nisa : 69 ). Oleh karena sasaran dari pase ini, internalisasi nilai, maka sifatnya individual. Dimaksudkan agar masing-masing individu umat beragama memiliki derajat keagamaan yang berkualitas, melebihi orang-orang yang tidak beragama, atau orang-orang yang setengah beragama; namun, tidak terjerumus pada aliran spiritualisme. Bahkan, jika hal itu dilakukan, maka akan tumbuh kematangan wawasan keagamaan secara seimbang di antara kekuatan rasio dan spiritnya. Karena itu, teknik muhâsabah al-nafs ( introspeksi diri ) sangat dibutuhkan. Perlengkapan yang dipergunakan pada pase ini, berupa pengembangan fungsi-fungsi indra ( 5 fungsi ) untuk memberi standar empiris dan logis; nafs / qlb (dua fungsi) untuk memberi standar nilai rasa:  baik-buruk, lurus-tidak lurus, jujur-bohong; dan lub / nurani ( satu fungsi ) yaitu  jastifikasi kebenaran, kebaikan,  kejujuran hakiki dan abadi.  Orang beriman sekaligus ilmuan yang berkemampuan mengintegrasikan ketiga potensi dasar insani itu, yang disebut dalam Alqur’an dengan : Ulû al- Albâb , Ulî al- Nuhâ, Ulî al-Abshâr, dan  Dzî Hijr.

Pase keenam, pemahaman terhadap teks ajaran yang berhubungan langsung dengan satuan konsep ibadah, seperti thaharah, salat, zakat, shawm, haji, nadzar dan sumpah. Dimaksudkan dengan tahapan pase enam ini, adalah dalam setiap pelaksanaan satuan ibadah, mulai dari pase awal penyeleng garaan ibadah itu sampai pada pase berakhirnya, memiliki tujuan atau sasaran khusus dari satuan ibadat tersebut. Kemudian dari tujuan khusus satuan ibadat itu, berhubungan dengan satuan ibadat lainnya dengan sasaran yang khusus pula yang berbeda dengan yang pertama, akan berujung pada tujuan syari’at secara vertical, berupa:  keimanan, ketaatan dan  ketaqwaan, keihsanan dan keikhlasan. Sehingga cita-cita keagamaan yang bersifat kualitatif, komprdehenshif diperoleh sampai puncaknya, yaitu  liqâa rabbih ( pertemuan dengan al-Khaliq, Allah SWT );     rahmatan li al- ‘alamîn secara horizontal, yaitu mewujudkan kasih sayang terhadap sesama makhluk dan lingkunggan.

                      Pase ketujuh,pemahaman Islam sbagai panduan kehidupan secara totalitas, melalui pendekatan manhaj al- hayah. Untuk bagian ini, tidak mungkin bias dicapai hanya dengan bingkai keilmuan yang ada sekarang ini, tetapi dibutuhkan konsep satu kesatuan ilmu ( ma’rifat bi wahdaniyyah) dalam metodologi besar (grand methodology). Sasaran dari grand  methodology ini, dimaksudkan sebagai sarana pengembalian satuan keilmuan pada dasar-dasar etika besarnya,  meliputi : ketuhanan, kemanusiaan dan peradaban. Landasan konsepsi bagi perumusan bagian ini adalah Q.S. Al-Baqarah : 185 : هدى للناس وبينات من الهدى والفرقان   ( petunjuk bagi kehidupan umat manusia, dan penjelasan-penjelasan sebagai bagian dari petunjuk itu dan pembeda diantara hak dan batil , baik dan buruk yang mengarah pada pembentukan karakter/ kepribadian seseorang atau sekelompok orang).

Ketujuh tahapan itu ditawarkan, karena apa yang ada di belakang perutusan Nabi SAW itu, terdapat dua hal, yaitu : bangunan Hidâyah dan ‘Ilmu ( H r. Muttafaq ‘alaih dari Abu Musa ra ). Hidayah berhubungan dengan fungsi wahyu bersifat subtantif, abstrak, komprehenshif dan kualitatif; atau sebagai jalan menuju sesuatu yang hakiki; sedangkan ilmu bersifat empiris, formal, zhahir dan detil; atau jalan menuju pengembangan kemajuan hidup duniawi yang sejahtra. Kita semua selain Nabi SAW, beragama Islam itu dari Ilmu / hasil belajar, bukan dari Hidayah sebagaimana dimaksudkan di atas. Bila demikian, kapan kita memperoleh hidayahnya ? dan pantas juga kita ber agama, kita juga yang ditimpa berbagai masalah kehidupan akibat ketertinggalan oleh umat lainnya.

Keenam tahapan tersebut, akan lebih mudah bila dilakukan secara simultan, berada dalam satu perencanaan bersama yang terkoordinatif; dan sebaliknya  akan sulit, bila tidak demikian. Penyelesaian bila terjadi yang sebaliknya ini, seperti kondisi pengajaran di kita sekarang ini, maka perlu dilakukan aktivitas tambahan di luar aktivitas utamanya.  Sebenarnya, pendidikan pesantren dari satu sudut, lebih memungkinkan untuk bisa menjalankan program ini, karena dari segi waktu pola pembimbingan relative leluasa, dan komunikasi guru murid mudah di dapat, pimpinan bawahan sangat dekat, demikian juga dengan lingkungan di luar sekolah / pondok sangat akrab.

Pemberlakuan  kandungan keempat ajaran itu ( aqidah, syari’ah, akhlak dan mu’amalah dunyawiyah) perlu dipasangkan dalam setiap kondisi dan situasi seorang muslim dimanapun berada; baik ketika  ia sedang menyendiri dan bersama yang lainnya, di lingkungan keluarga atau di masyarakat, di tempat kerja atau di rumah. Demikian  itu, Rasul SAW telah memberi teladan di hadapan para sahabatnya bagaimana berkehidupan islami itu. Cara hidup seperti ini, bila tidak disadarinya sangat berat. Sekalipun demikian, Allah SWT tidak akan menghukum seorang mukalaf, karena suatu perkara yang diluar kemampuannya. Demikian pula Nabi SAW, tidak memberikan beban kepada umat, kecuali yang mereka mampu melakukannya. Bahkan, tiga orang shahabat beribadah secara berlebihan dengan mengabaikan hak matrial dirinya, dilarang oleh Nabi SAW, dengan berkata : Aku berpuasa dan aku berbuka, aku salat dan aku tidur, aku juga bernikah, sungguh aku adalah orang yang paling taqwa dan paling takut kepada Allah SWT ( Hr. Muttafaq ‘alaih dari ‘Abd Allah Ibn ‘Amr Ibn al- ‘Ash ra ).

Demikian itu, dilakukan para sahabat nabi berikutnya. Mereka mengatakan bahwa tidak beranjak dari satu hafalan Alqur’an kepada hafalan yang lainnya, sebelum hafalan yang pertama itu diamalkannya. Sikap sahabat seperti itu , merupakan uswah juga.  Demikian juga kita semua yang masa hidupnya jauh dari masa Rasul SAW, bila ingin terlatih berislam kaffah, apabila kita tambah ilmu, maka amal salihnyapun dituntut bertambah pula.

Wa Allahu a’lam bi al- shawab.

 

 

 

 

Contoh 1 :Pemahaman Islami Kaffah:

في ظلال القرآن - (ج 8 / ص 111  112)Surah al-Ma’un.

إن حقيقة التصديق بالدين ليست كلمة تقال باللسان؛ إنما هي تحول في القلب يدفعه إلى الخير والبر بإخوانه في البشرية ، المحتاجين إلى الرعاية والحماية . والله لا يريد من الناس كلمات . إنما يريد منهم معها أعمالاً تصدقها ، وإلا فهي هباء ، لا وزن لها عنده ولا اعتبار.

وليس أصرح من هذه الآيات الثلاث في تقرير هذه الحقيقة التي تمثل روح هذه العقيدة وطبيعة هذا الدين أصدق تمثيل.

ولا نحب أن ندخل هنا في جدل فقهي حول حدود الإيمان وحدود الإسلام . فتلك الحدود الفقهية إنما تقوم عليها المعاملات الشرعية . فأما هنا فالسورة تقرر حقيقة الأمر في اعتبار الله وميزانه . وهذا أمر آخر غير الظواهر التي تقوم عليها المعاملات

ثم يرتب على هذه الحقيقة الأولى صورة تطبيقية من صورها:

{ فويل للمصلين ، الذين هم عن صلاتهم ساهون ، الذين هم يراؤون ويمنعون الماعون } إنه دعاء أو وعيد بالهلاك للمصلين الذين هم عن صلاتهم ساهون . . فمن هم هؤلاء الذين هم عن صلاتهم ساهون إنهم الذين هم يراءون ويمنعون الماعون

إنهم أولئك الذين يصلون ، ولكنهم لا يقيمون الصلاة . الذين يؤدون حركات الصلاة ، وينطقون بأدعيتها ، ولكن قلوبهم لا تعيش معها ، ولا تعيش بها ، وأرواحهم لا تستحضر حقيقة الصلاة وحقيقة ما فيها من قراءات ودعوات وتسبيحات . إنهم يصلون رياء الناس لا إخلاصاً لله . ومن ثم هم ساهون عن صلاتهم وهم يؤدونها . ساهون عنها لم يقيموها . والمطلوب هو إقامة الصلاة لا مجرد أدائها . وإقامتها لا تكون إلا باستحضار حقيقتها والقيام لله وحده بها.

ومن هنا لا تنشئ الصلاة آثارها في نفوس هؤلاء المصلين الذين هم عن صلاتهم ساهون . فهم يمنعون الماعون . يمنعون المعونة والبر والخير عن إخوانهم في البشرية . يمنعون الماعون عن عباد الله . ولو كانوا يقيمون الصلاة حقاً لله ما منعوا العون عن عباده ، فهذا هو محك العبادة الصادقة المقبولة عند الله.

وهكذا نجد أنفسنا مرة أخرى أمام حقيقة هذه العقيدة ، وأمام طبيعة هذا الدين . ونجد نصاً قرآنياً ينذر مصلين بالويل . لأنهم لم يقيموا الصلاة حقاً . إنما أدوا حركات لا روح فيها . ولم يتجردوا لله فيها . إنما أدوها رياء

ولم تترك الصلاة أثرها في قلوبهم وأعمالهم فهي إذن هباء . بل هي إذن معصية تنتظر سوء الجزاء!

وننظر من وراء هذه وتلك إلى حقيقة ما يريده الله من العباد ، حين يبعث إليهم برسالاته ليؤمنوا به وليعبدوه. .

إنه لا يريد منهم شيئاً لذاته سبحانه فهو الغني إنما يريد صلاحهم هم أنفسهم . يريد الخير لهم . يريد طهارة قلوبهم ويريد سعادة حياتهم . يريد لهم حياة رفيعة قائمة على الشعور النظيف ، والتكافل الجميل ، والأريحية الكريمة والحب والإخاء ونظافة القلب والسلوك.

فأين تذهب البشرية بعيداً عن هذا الخير؟ وهذه الرحمة؟ وهذا المرتقى الجميل الرفيع الكريم؟ أين تذهب لتخبط في متاهات الجاهلية المظلمة النكدة وأمامها هذا النور في مفرق الطريق؟

 

Contoh 2:  Pemaknaan dan pengamalan secara komprehenshif.

Mencari Makna Esensi Ibadah dan Aktivitas Harian

Seorang Muslim / Muslimat

 

Muqaddimah.

Keagamaan yang dikehendaki seorng muslim, adalah keagamaan yang menjagkau esensinya. Esensi keagamaan tiada lain adalah menyatunya ilmu dan amal, fikir dan rasa keagamaan (‘aqidah, ibadat dan akhlak karimah) dalam setiap aktivitas keseharian seseorang; sehingga capaian keseimbangan hidup di antara tuntutan individu dan kolektif, lahir dan batin, cita-cita awal dan tujuan akhir dapat diperolehnya dengan sempurna.  Sikap keagamaan seperti ini yang diharapkan dan diperjuangkan dalam setiap langkah gerakan, melalui tiga hal :

*    Esensi keagamaan;

*    berwawasan / berpandangan keagamaan konprehenshif; dan

*    bersikap salafi tajdidiyah ( berkarakter  sebagaimana dalam do’a seseorang pada setiap salatnya, an’amta ‘alaihim, yaitu termasuk komunitas min al-nabiyyin, al-shiddieqin, al-syuhada dan al-shalihin serta berkemajuan modern ).

Bagaimana Mencapainya?

Ilustrasi kaifiyah berwudhu, dapat menggambarkan  capaian yang dimaksud di atas, bila benar-benar dipahami setiap bagiannya dengan benar, sebagaimana berikut :

1.                 Kaifiyah berwudhu dimulai dari baca : Basmalah berujung pada Syahâdah (Persaksian), sebagai   dipilihan untuk ia masuki sampai bagian dalamnya.

Hadits Nabi SAW riwayat Abu Daud dari  Abu Hurairah ra.

 

 

لا صلاة لمن لا وضوء له ولا وضوء لمن لم يذكر اسم الله تعالى

Tidak sah salat bagi orang yang tidak memiliki wudhu, dan tidak ada wudhu bagi orang yang tidak menyebut nama Allah SWT.

2.                 Persaksian ( syahâdah ),akhir dari kaifiyah berwudhu, Hadits Nabi SAW riwayat Muslim dari Uqbah Ibn ‘Amir dan Ahmad dari Umar Ibn al- Khattab ra. :

 

ما منكم من احد يتوضأ فيسبغ الوضوء ثم يقول : أشهد ان لا اله الا الله واشهد ان محمدا عبده ورسوله الا فتحت له ابواب الجنة الثمانية يدخلها من اي شاء

Tidaklah seseorang di antara kamu sekalian berwudhu, ia  menyempurnakannya, kemudian berkata : Asyhadu allâ ilâha illallâh wa asyhadu anna Muhammadan ‘abduhû wa rasûlu hû, kecuali dibukakan baginya syurga yang berpintu delapan buah, dia memasukinya dari pintu mana saja.

3.           Do’a setelah berwudhu:

Hadits Nabi SAW riwayat al- Turmudzi dari Umar Ibn al- Khattab ra.:

اللهم اجعلنى من التوابين واجعلنى من المتطهرين

Ya Allah ! jadikanlah aku termasuk golongan orang-orang yang diterima taubat, dan orang-orang yang bersuci.

Do’a terakhir ini, seirama dengan Q.S. al-Baqarah :222;

ان الله يحبالتوابين و يحب المتطهرين

Sungguh Allah mencintai orang-orang yang senantiasa memohon taubat dan Dia mencintai orang-orang yang memelihara kebersihan (diri dan jiwanya).

Pemaknaan yang bisa diambil  melalui intrumen pemanfaatan tiga potensi dasar insani ( Indra, Hati dan Nurani ) terhadap kaifiyah berwudhu itu yang  di dalamnya mengandung beberapa bangunan yang terintegrasi, utuh dan satu kesatuan yang kokoh di antara komponen: keyakinan, ucapan, perbuatan, pikiran dan perasaan ), meliputi:

vKeseluruhan lafazh basmalah; melalui pemaknaan terhadap setiap lafazh dalam basmalah, meliputi lafazh-lafazh :  ism, Allah, al- rahmân, dan al- rahîm, dalam setiap mengawali ibadah dan aktivitas. Kemudian diambil makna konprehenshifnya.

vIndra ( komponen anggota wudhu yang dibasuh ); melalui pemaknaan terhadap fungsi-fungsi satuan panca indra bagi kehidupan manusia. Kemudian diambil makna fungsi keseluruhannya.

vAir wudhu ( komponen alat membasuh / bersuci); melalui pemaknaan  manfaat air bagi kehidupan secara keseluruhan .

vSyahâdah ( komponen atsar wudhu, atau wujud empiris / nyata dalam kehidupan); melalui pemaknaan terhadap  syahâdatain dalam kehidupan nyata seorang muslim yang berbeda dengan  kehidupan lainnya.

vTawwâbin ( komponen harapan ); melalui pemaknaan terhadap al-tawwâbin sebagai harapan setiap manusia berimaan menuju cita-cita hakikinya agar diperoleh angpunan dan kasih saying Allah SWT.

vMutathahhirîn( komponen harapan ); melalui pemaknaan terhadap al-mutathahhirîn sebagai harapan kedua setiap manusia beriman menuju cita-cita hakikinya  agar diperoleh kedekatan dengan Allah SWT ?

vPintu syurga yang delapan ( komponen capaian pahala dari Allah SWT ). Sampai di sini melalui berwudhu dengan benar, baru bisa membuka lebar  pintu surga yang delapan; bagaimana agar bisa masuk ke dalamnya dengan tanpa rintangan ?

 

Mudah-mudahan bisa memenuhi tuntutan sebagaimana dimaksud tema pengajian di atas .  wa Allahu a’lam bi al- shawab.

Menghimpun  Energi Spiritual melalui Shalat

 

Pendahuluan.

Kehidupan ini, bagaikan seseorang yang sedang lari estapet menempuh perjalanan jauh, sementara perbekalan sangat terbatas. Seorang yang sangat lapar dan haus  karena telah menyelesaikan estapeta terakhir dari perjalanan jauhnya itu, tiba-tiba di hadapannya terlihat sebuah rumah makan  besar dan mewah, dengan banyak mobil bagus berparkiran di halamannya. Orang-orang keluar masuk rumah makan tersebut, sambil keadaan mereka riang gembira. Semangat dan optimisme mereka terlihat untuk melanjutkan perjalanan jauhnya terbangun kembali, karena suplai energi tercukupi;  dan rasa lapar dan hausnya pun  menghilang seketika. Namun, seorang yang baru datang itu, tidak bisa masuk rumah makan itu, karena energy berupa uang yang dimilikinya tidak cukup, padahal rasa lapar di dalam perutnya dan rasa haus di kerongkongannya sudah semakin menjadi-jadi, ditambah lagi dengan pintu rumah makan itu  terus terbuka seperti memanggil-manggilnya. Dia hanya bisa membayangkan bagaimana kenikmatan makanan dan minuman di rumah makan itu. Demikian juga gambaran energi spiritual, seseorang yang baik dan shalih, cerdas dan pintar dalam kehidupan sehari-harinya; ia bermua’amalah secara manusiawi dan banyak beraktivitas kemanusiaan, tetapi ia tidak beriman dan taat untuk beribadat kepada Allah SWT dengan benar. Orang yang seperti ini, akan kehabisan energinya, tidak lagi bisa melanjutkan perjalanannya yang masih sangat jauh, padahal pintu-pintu kebahagiaan hakiki berada di belakang perjalanan jauh berikutnya itu. Sementara itu, ia tidak memiliki energy lagi, atau sudah kehabisan energinya.  Energi dimaksud adalah energi spiritual, berupa   keimanan yang tertanam pada bagian keyakinannya paling dalam, dan ketaatan berupa kedawaman beribadat kepada Allah SWT dengan khusyu’, seperti penunaian shalat lima waktu.

 

Cara Menghimpun Energi Spriritual.

 

Demikian juga dalam menempuh perjalanan spiritual, tidak bisa dilakukan satu kali perjalanan, tetapi perlu ditempuh secara estapet  juga. Estapet pertama, sebagaimana gambaran kaifiyah berwudhu, baru sampai dapat membukakan pintu-pintu surga. Sedangkan untuk bisa memasuki bagian dalamnya diperlukan energy spiritual tambahan, melalui pelaksnaan ibadat berikutnya, yaitu : shalat, zakat, shawm dan haji; serta ibadat khas lainnya, seperti nadzar, sumpah dan penunaian kafarat.

Ilustrasi kaifiyah al-shalah, menggambarkan suplai energy spiritual agar dapat melanjutkan dari apa yang telah dicapai dalam berwudhu, baru pintu-pintu surga terbuka; itupun bila setiap apa yang dilakukan dalam kaifiyah berwudhu itu, dipahami, dipikirkan, dirasakan dan disikapinya dalam setiap keseharian kehidupannya. Demikian juga melalui kaifiyah shalat, bila ditunaikan secara dawam, dan apa yang diucapan dan dilakukan itu, dipahami, dipikirkan dan dirasakan serta di nyatakan melalui sikap diri ( syahadah ) pada saat ketika berada diluar salat, maka suplai energy spiritual akan terus mengalir tiada henti sebagai investasi dalam memenangkan perjuangan lari estapet itu, sampai tujuan akhirnya, yaitu pertemuan dengan Tuhan Yang Maha Kuasa ( liqâ’a Rabbih ).

Karena itu, shalat menjadi tidak ringan, tetapi berat ( kabirah). Apa yang diungkapkan di atas tiada lain, untuk memberi bobot lebih (tsaqulat mawâzînuh) pada setiap komponen dari  ibadat shalat itu,  bukan berbobot kurang (khaffat mawâzînuh). Untuk hal itu, Hadits Nabi SAW riwayat Bukhari dari Abi Hurairah ra, berkata :

كلمتان خفيفتان على اللسان ثقيلتان في الميزان   حبيبتان  إلى الرحمن سبحان الله العظيم سبحان الله وبحمده

صحيح البخاري ج: 5 ص: 2352

 

Dua kalimat yang ringan diucapkannya , tetapi berat timbangaannya, serta dicintai Allah SWT adalah  Subhana Allahi al-‘Azhim, subhana Allah wa bi hamdihi.

Pertanyaan yang muncul, adalah apa makna khafîfatân ( dua lafazh ringan diucapkan ) dan tsaqîlatân ( dua lafazh berat dalam timbangan ); dan bagaimana bisa bergeser dari yang ringan ke yang berat ?

 

 

 

Pemaknaan terhadap Komponen-komponen dalam Shalat

 

Komponen perkataan dan perbuatan :

 

ØKomponen perkataan( al- aqwâl fi al-shalâh ), terdiri atas : ucapan takbiratul ihram; do’a iftitah, ta’awwud, Q.S al- Fatihah dan surah lainnya, tasbih, tahmid pada ruku’ dan sujud, i’tidal, tasyahud, slawat atas Nabi, do’a, dan salam.

ØKomponen perbuatan( al-af’âl fi al-shalâh ), terdiri atas : mengangkat tangan ketika takbirah al- ihram, berdiri normal dengan posisi badannya, ruku, I’tidak dan sujud dua serta duduk di antara sujud dua, duduk tasyahud dan lirik kanan dan lirik kiri.

ØKomponen bacaan do’a setelah shalat( awrâd ba’da al-shalâh ).

ØKomponen alat, baik anggota badan, pakaian, maupun tempat yang dipakai pada saat ibadat shalat berlangsung .

ØKomponen harapan dan cita-cita serta tujuan yang akan dicapai, baik aspek duniawiyah maupun ukhrawiyah, semestinya berjalan sinergi.

 

Wa Allahu a’lam bi al- shawâb.

 

Bandung, 19 Maret 2012  

 


Tags:
facebook twitter delicious digg print pdf doc Kategori :

Berita

Agenda

Pengumuman

Link Website